Arsip untuk April, 2010

20
Apr
10

Sebagai warga negara Indonesia, saya merasa senang dan juga merasa bahagia, telah didirikan Satgas Pemberantasan  Mafia Peradilan dan pada saat sekarang ini Satgas Pemberantasan  Mafia Peradilan,  Fokus melakukan pemberantasan terhadap sembilan “Big Fish”, yaitu : “Mafia korupsi, mafia pajak dan bea cukai, mafia pertambangan dan energi, mafia tanah, mafia hutan, mafia perbankan dan keuangan serta ellegal fishing” dengan adanya fokus pemberantasan terhadap  sembilan besar tersebut, diharapkan dapat memberantas korupsi sesuai dengan harapan didirikannya Satgas pemberanasan mafia peradilan, sehingga nantinya anggaran pemerintah bisa lebih bertambah dan apabila anggaran pemerintah bisa lebih bertambah, maka masyarakat bisa lebih sejahtera.

Pemberantasan mafia sebagaimana disebutkan diatas, sangat diharapkan oleh masyarakat agar supaya anggaran yang dikorupsi bisa dikurangi dan sekaligus membasmi mafia pajak, illegal logging dan illegal fishing bisa menambah anggaran untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung.

Sebagai aktivis buruh, dari Persaudaraan Buruh Surabaya, (PBS)  kami  sangat mengharapkan juga, agar supaya satgas pemberantasan mafia peradilan juga memperhatikan dan memperdulikan nasib Kaum Buruh yang sering diberlakukan tidak adil oleh oknum pengusaha, seperti misalnya banyak Buruh atau pekerja di berbagai daerah di Indonesia yang tidak dipenuhi hak-hak normatifnya, yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Beberapa pelanggaran normatif yang dilakukan oknum pengusaha adalah sebabagi berikut :

  1. Pembayaran upah dibawah upah minimum yang berlaku, pembayaran upah dibawah upah minimum yang berlaku, adalah pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha dengan membayar upsh buruh/pekerja dibawah upah minimimum yang berlaku (pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha adalah pelanggaran normatif terhadap pasal 90 ayat (1) UURI No. : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan” yang berbunyi : “Pengusaha dilarang membayar Upah lebih rendah dari upah minimum, sebagaimana dimaksud dalam pasal 89”),
  2. Tidak memberikan hak cuti hamil terhadap Buruh / Pekerja wanita yang sedang hamil (pelanggaran normatif pengusaha terhadap pasal 82 ayat 1, UURI No. : 13 tahujn 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, yang berbunyi : “Pekerja/Buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan, menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”),
  3. Memberhentikan Buruh/Pekerja yang sakit menahun
  4. Tidak memberikan uang cuti, misalnya cuti hamil
  5. Mempekerjakan Buruh/pekerja yang mempunyai pekerjaan yang bersifat tetap, (misalnya Buruh/Pekerja di bagian produksi) dengan cara mengkontrak Buruh/Pekerja tersebut secara langsung dengan cara membuat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan Buruh/Pekerja tersebut,  atau mempekerjakan Buruh/Pekerja secara tidak langsung melalui PT. Penyedia Tenaga Kerja (outsourching) (pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha adalah pelanggaran normatif terhadap pasal 59 ayat 2, UURI No. : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan” yang berbunyi : “Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap”) dan lain sebagainya pelanggaran normatif yang dilakukan oknum pengusaha terhadap Buruh / Pekerja yang bekerja di tempat usahanya

Pelanggaran normatif yang dilakukan oknum pengusaha, sebagaimana dimaksud kan diatas, terjadi dimana-mana di bumi Indonesia yang tercinta, dan sesungguhnya  apabila instansi yang terkait dengan perselisihan hubungan industrial benar-benar  serius menangani pelanggaran normatif yang dilakukan oknum pengusaha, maka tidak akan ada hal-hal sebagai berikut  :

Pada kenyataannya, pelanggaran normatif sebagaimana yang disebutkan diatas, tetap terjadi, meskipun pelanggaran tersebut ada sanksi hukumnya yang diatur oleh UURI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, baik sanksi hukuman kurung penjara atau sanksi denda, dengan batasan minimum, namun kenyataannya hampir diseluruh kota khususnya di Propinsi Jawa Timur, banyak terjadi pelanggaran normatif yang dilakukan oleh oknum-oknum pengusaha dan naifnya pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha, terkesan dibiarkan oleh pejabat-pejabat yang terkait dengan permasalahan Ketenagakerjaan, padahal semestinya pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha harus tetap ditindak lanjuti sekaligus diselesaikan sampai tuntas oleh Pejabat-pejabat yang terkait dengan Ketenagakerjaan.

MENGAPA PELANGGARAN NORMATIF TETAP ADA.

Mengapa pelanggaran normatif masih tetap ada ? masih tetap adanya pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha, disebabkan karena pengusaha yang melanggar pelanggaran normatif tidak pernah diberikan sanksi yang tegas oleh pihak pejabat terkait, meskipun sanksi berat bagi pengusaha yang melanggar ketentuan normatif, jelas-jelas ada dan diatur di dalam UURI NO. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, seperti misalnya pengusaha yang membayar upah Buruh/Pekerja, dibawah upah minimum, atau pengusaha yang tidak memberikan cuti hamil kepada Buruh/Pekerja wanita yang akan melahirkan, kepada pengusaha yang melanggar ketentuan normatif akan diberikan sanksi hukuman kurung penjara atau sanksi denda, sebagaimana diatur dalam pasal 185 ayat (1) dan ayat (2)  UURI No. : 13 tahun 2003 tentang  “Ketenagakerjaan” untuk pasal 185 ayat (1)  berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 . . ayat (1) dan ayat (2), pasal 68, pasal 69 ayat (2) pasal 80, pasal 82, pasal 90 ayat (1), pasal 143 dan pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah). Sedangkan pasal 185 ayat (2) berbunyi sebagai berikut : “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan”.

Dengan adanya sanksi hukuman penjara dan hukuman denda dengan batasan “Minimum” telah menunjukkan bahwa sanksi hukuman yang tercantum dalam UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, merupakan sanksi yang cukup berat bagi pengusaha yang melanggar ketentuan normatif, namun pada kenyataannya, sampai sekarang masih belum ada satupun pengusaha yang mendapatkan dan menjalani sanksi kurung penjara atau sanksi denda sebagaimana diatur dalam UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, walaupun dimana-mana banyak sekali terjadi pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan pengusaha terhadap para Buruh/Pekerja yang bekerja di tempat usahanya

Banyaknya pelanggaran  normatif yang dilakukan pengusaha, namun tidak ditindak dengan tegas oleh pejabat yang terkait, telah menimbulkan berbagai dampak buruk antara lain :

Ketidak tegasan pejabat yang terkait dengan Undang-Undang ketenagakerjaan dalam menjalankan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, patut dipertanyakan

APAKAH ADA KONSPIRASI ANTARA PEJABAT TERKAIT DENGAN PENGUSAHA

Adanya sikap yang tidak tegas dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat negara yang bertanggung jawab mengenai adanya pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan pengusaha, telah menimbulkan dugaan dikalangan Kaum Buruh/Pekerja (sudah menjadi rahasia umum), bahwasanya pemilik perusahaan tempat mereka bekerja adalah bos yang kuat karena mempunyai hubungan yang baik (apabila tidak bisa disebut sebagai backing) dengan oknum pegawai Disnaker, dengan oknum anggota Kepolisian, dengan oknum anggota tentara dan pejabat-pejabat lainnya dan hubungan yang baik tersebut diketahui oleh rata-rata Buruh/Pekerja yang bekerja di perusahaan milik pengusaha yang mempunyai hubungan baik dengan para oknum yang telah disebutkan diatas.

Hubungan yang dekat antara pengusaha dengan oknum yang disebutkan diatas, memang belum bisa dijadikan ukuran untuk menyebutkan, bahwa hubungan yang baik tersebut merupakan suatu konspirasi antara pejabat terkait dengan pengusaha untuk tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap pengusaha yang telah melakukan pelanggaran ketentuan normatif. Namun meskipun dapat dikatakan adanya konspirasi besar dalam melawan Undang-Undang, namun apabila diamati dengan sungguh-sungguh (meskipun belum diadakan penelitian mengenai hubungan yang baik antara pengusaha dan oknum pejabat terkait dengan pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan pengusaha) mengenai hubungan baik yang terjalin antara pejabat terkait dengan pengusaha yang melakukan pelanggaran ketentuan normatif, maka terlihat bahwa “Hubungan yang baik antara pejabat terkait dengan pengusaha mempengaruhi terjadinya pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan pengusaha”, artinya “Semakin baik hubungan antara pejabat terkait dengan pengusaha, menyebabkan pengusaha semakin melanggar ketentuan normatif dan sebaliknya apabila pengusaha tidak menjalin hubungan yang baik dengan pejabat terkait, maka pengusaha tersebut tidak melanggar ketentuan normatif”

Sebagai bukti, bahwasanya hipotesa kami benar, adalah banyaknya pengusaha-pengusaha besar kelas Nasional yang mempunyai hubungan baik dengan para pejabat Negara, entah pejabat daerah atau pejabat pusat, ternyata banyak melanggar ketentuan normatif, khususnya, pasal 59 ayat (2) UURI No. : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan” yang berbunyi : “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap”, dimana banyak Buruh/Pekerja yang pekerjaannya bersifat tetap (sesuai dengan penjelasan atas Undang-Undang RI No. : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, khusus pasal 59 ayat (2) yang berbunyi : “yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini, adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman”) masih tetap di kontrak kerja, bisa melalui perusahaan lain penyedia tenaga kerja atau outsourching atau bisa secara langsung membuat Perjanjian Kerja Waktu tertentu dengan Buruh/Pekerja, ironisnya yang melakukan kontrak kerja secara besar-besaran dan tidak sesuai dengan pasal 59 ayat (2) UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah perusahaan-perusahaan besar yang berskala Nasional bahkan Internasional.

SIAPA YANG MENJADI KORBAN DENGAN ADANYA PELANGGARAN NORMATIF

Dengan maraknya pelanggaran normatif yang dilakukan oleh oknum pengusaha di mana-mana, maka yang menjadi korban terjadinya pelanggaran ketentuan normatif itu, jelas-jelas adalah kaum Buruh/Pekerja, dengan tidak adanya ketegasan dari pejabat instansi terkait terhadap pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan oleh oknum pengusaha, menyebabkan Kaum Buruh/Pekerja menjadi semakin terpojok dan semakin lemah, ketidak tegasan sikap dari pejabat instansi terkait untuk menjatuhkan sanksi kepada oknum pengusaha yang melakukan pelanggaran ketentuan normatif ini, jelas sangat merugikan posisi kaum buruh/pekerja yang tidak mendapatkan hak-haknya, sesuai dengan yang diatur dalam UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BURUH/PEKERJA MERUPAKAN BAGIAN DARI  MASYARAKAT YANG PALING LEMAH POSISINYA DAN MERUPAKAN SALAH SATU KELOMPOK YANG PALING BANYAK JUMLAHNYA.

Kaum Buruh/Pekerja, dalam hal status dan posisinya sebagai orang yang bekerja pada seseorang atau perusahaan dengan menerima upah, dengan posisi menerima upah dari seseorang yang memiliki tempat usaha tersebut, dengan posisi  sebagai pihak yang bekerja dan menerima upah dari pengusaha dan upah tersebut digunakan atau dimanfaatkan oleh Buruh/Pekerja dan keluarganya untuk mencukupi kebutuhan hidup kaum Buruh/Pekerja dan keluarganya, maka posisi kaum buruh/Pekerja  apabila dibandingkan dengan posisi pihak pengusaha, jelas terlihat bahwa posisi kaum Buruh/Pekerja tersebut dalam posisi yang lebih lemah bila dibandingkan dengan pengusaha, apalagi pada saat terjadi perselisihan hubungan industrial, antara Buruh/Pekerja berhadapan dengan pengusaha, dan pengusaha yang sudah dalam posisi lebih kuat ditambah lagi dengan dibantu oleh para profesional seperti Pengacara, maka posisi pengusaha akan semakin kuat dan posisi yang sudah kuat tersebut ditambah lagi dengan pejabat terkait yang mengambil keputusan yang tidak tegas, terhadap pelanggaran normatif, maka posisi kaum Buruh/Pekerja yang merupakan salah satu kelompok yang paling banyak jumlahnya ini, akan semakin lemah, karena pejabat yang terkait tersebut tidak mengambil keputusan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Karena pejabat terkait yang bisa mengambil keputusan untuk menegakkan hukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tidak mengambil keputusan untuk menegakkan Undang-Undang yang berlaku, secara langsung dan tidak langsung, semakin memperlemah posisi kaum Buruh/Pekerja dalam menghadapi pengusaha yang melanggar ketentuan normatif yang berlaku, sehingga mengakibatkan Hukum di Indonesia khususnya mengenai Ketenagakerjaan, akan semakin tidak pernah ditaati oleh para pengusaha, akibatnya UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hanya menjadi pajangan saja, karena ketentuan yang ada termasuk sanksi-sanksi yang diatur dalam UU tersebut tidak dijalankan, akibat yang paling fatal adalah menyebabkan Kaum Buruh/Pekerja yang jumlahnya cukup besar menjadi kelompok yang paling lemah.

SATGAS PEMBERANTASAN MAFIA, HARUS BERTANYA ATAU INVESTIGASI KEPADA PEJABAT TERKAIT BERKENAAN DENGAN MASIH BANYAKNYA PELANGGARAN NORMATIF

Apabila Undang – Undang Republik Indonesia, nomor : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, hanya dijadikan simbol formalitas atas keberadaan Undang-Undang tersebut dan keberadaan Undang-Undang tersebut tidak dijalankan, sesuai dengan prosedur yang ada, maka lama-kelamaan Undang-Undang tersebut sama dengan tidak berlaku, dan apabila Undang-Undang yang semestinya masih berlaku, namun dianggap tidak berlaku oleh sebagian masyarakat yang mempunyai uang dan mempunyai kekuasaan, maka PROSES KEHIDUPAN SEPERTI ITU DISEBUT SEBAGAI PROSES MENUJU MASYARAKAT HUKUM RIMBA, yaitu dimana yang kuat yang mempunyai berbagai sarana dan prasarana lah yang menang dan yang berkuasa untuk menentukan segalanya, sehingga yang lemah harus menerima keputusan apapun dari yang kuat dan yang berkuasa, meskipun keputusan tersebut adalah keputusan yang tidak adil dan keputusan yang semena-mena serta bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Proses kehidupan menuju masyarakat hukum rimba, sebagai yang dimaksudkan diatas, sangat bertentangan dengan prinsip Demokrasi dari Pemerintah sekarang, untuk itulah sangat pantas dan sangat pas, apabila Satgas Pemberantasan Mafia yang telah dibentuk Presiden, melakukan investigasi terhadap pejabat-pejabat terkait yang menyangkut pelaksanaan Undang-Undang RI. Nomor : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, mulai dari pusat sampai ketingkat daerah, karena pelanggaran-pelanggaran normatif yang marak dimana-mana, telah menggores dan sangat melukai rasa keadilan yang harus kita junjung bersama, lebih-lebih lagi dengan didirikannya Satgas Pemberantasan Mafia, jelas mempunyai tujuan mulia yaitu “Menegakkan keadilan di Indonesia serta memberantas penyebab Ketidak adilan di Indonesia” tanpa pandang bulu, termasuk membela kaum Buruh/Pekerja yang pada saat sekarang sedang terpinggirkan atau termarjinalkan keberadaannya.

Demikian masukan-masukan tentang SATGAS PEMBERANTASAN MAFIA ini kami sampaikan, dengan tujuan agar supaya bisa menjadi salah satu agenda bagi Satgas Pemberantasan Mafia dalam memberantas penyebab terjadinya pelanggaran normatif, dan harapan kami yang begitu besarnya kepada Satgas Pemberantasan Mafia, adalah “Semoga sukses langkah-langkah yang dilakukan Satgas Pemberantasan Mafia”, sehingga langkah-langkah yang dijalankan dan dilaksanakan oleh Satgas Pemberantasan Mafia bisa menjadi salah satu penyebab, yang membawa Bangsa Indonesia menjadi Bangsa Besar dan Rakyatnya bisa merasakan dan mendapatkan  kehidupan  yang  adil  dan   makmur  sebagaimana  dicita-citakan  oleh  Para Pendiri Bangsa . . AMIEN !!!

Surabaya, 20 April 2010

Ketua Persaudaraan Buruh Surabaya (PBS)

Drs. Slamet Julianto

03
Apr
10

“Penerapan Pajak Progresif Berhadiah sebagai Solusi Menghilangkan Manipulasi Pajak”

Manipulasi pajak yang terjadi di mana-mana, bukan hanya kejadian yang terjadi pada saat sekarang, sejak jaman rezim orde baru manipulasi pajak yang dilakukan oleh orang-orang kaya terjadi dimana-mana di bumi tercinta INDONESIA, dimana para oknum pengusaha bekerja sama dengan oknum pegawai pajak merupakan hal yang biasa, sehingga kerja sama antara oknum pengusaha dan oknum pegawai pajak menjadi budaya di Indonesia sampai saat sekarang dan hampir mustahil untuk dihilangkan karena begitu rapinya kerjasama tersebut.

Dengan di non aktifkannya Susno dari jabatan dari jabatannya sebagai Kabariskrem Polri, menyebabkan Susno menyanyi di hadapan Satgas anti Mafia Peradilan, tentang manipulasi pajak yang dilakukan oleh Gayus Tambunan pegawai pajak golongan III A dengan merugikan negara sebanyak Rp. 25 milyar, apa yang dilakukan Gayus hanyalah merupakan bagian yang sangat kecil dari jaringan manipulasi pajak yang merugikan negara dan jaringan tersebut cenderung melibatkan banyak oknum pejabat negara di berbagai Departemen Negara baik yang berhubungan langsung maupun berhubungan tidak langsung dengan manipulasi pajak yang bekerja sama dengan oknum pengusaha nakal.

Terlibatnya banyak oknum pejabat tinggi dari berbagai lembaga negara dengan oknum pengusaha nakal yang demikian rapinya dan melibatkan banyak pihak, menyebabkan aparat yang benar-benar bersih sulit untuk mengatasinya, namun karena pajak sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana yang digunakan untuk memakmurkan rakyat INDONESIA, maka mau dan tidak mau Negara sangat mengharapkan pemasukan pajak yang diharapkan harus tetap masuk ke kas Negara, agar supaya pemasukan tadi bisa digunakan untuk kepentingan membangun Bangsa dan negara menjadi lebih besar.

Sebagai rakyat biasa yang bukan siapa-siapa dan tidak mempunyai apa-apa, saya mempunyai ide sederhana, agar supaya rakyat dan pengusaha tanpa dipaksa dengan sendirinya membayar pajak dengan Sukarela dan mempersempit ruang gerak para manipulator pajak, adapun ide yang saya sampaikan saya sebut sebagai “Pajak Progresif”.

Apa itu pajak Progresif

Pajak progresif adalah pajak langsung yang dibayar oleh para konsumen yang membeli barang apa saja mulai membeli dari jenis makanan dan minuman ringan sampai membeli alat berat dan dimana saja, mulai dari depot atau rumah makan sampai membeli di pabrik, dengan menggunakan sarana apa sehingga konsumen terjaring untuk langsung membayar pajak, cara sederhana yaitu : “Departemen Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak, mencetak struk kwitansi (rangkap 5) yang ber kop Dirjen Pajak Departemen Keuang Repubilk dan dibawahnya dikosongkan untuk diisi sendiri oleh si penjual, sesuai dengan nama toko, nama rumah makan, nama super market, nama CV, nama PT. dan lain sebagainya , (yaitu : rumah makan, toko kecil, super market, agen, distributor sampai pabrik), struk kwitansi rangkap 5 diperuntukkan, satu untuk Departemen Keuangan RI, yang kedua untuk Dirjen Pajak, ketiga untuk kabupaten atau Kota, keempat untuk penjual dan kelima untuk pembeli (konsumen)

Distribusi struk kwitansi dari Departemen Keuangan sampai ke toko kecil

Agar supaya supaya distribusi struk atau kwitansi tersebut, bisa sampai ke konsumen, maka dari pihak Departemen Keuangan RI, harus membagi struk kwitansi yang berkop Dirjen Pajak Departemen Keuangan RI, langsung ke seluruh Kepala daerah tingkat dua di Indonesia, dan kepala daerah membagikan struk tersebut langsung ke camat-camat yang ada didaerah dan camat langsung membagikan ke Lurah-Lurah di wilayah kecamatan masing-masing, dan Lurah-Lurah tersebut langsung membagikan struk tersebut langsung ke Toko-toko, Rumah  makan, mall-mall, CV, PT dan lain sebagainya tempat usaha yang ada dimasing-masing kelurahan mulai dari tempat usaha kecil sampai tempat usaha besar.

Rangsangan Struk kwitansi pajak progresif Berhadiah dari Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia

Agar supaya masyarakat mulai dari penjual sampai konsumen (pembeli) tertarik dan meminta bukti kwitansi pembelian, maka Pemerintah khususnya Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia, memberikan hadiah di setiap daerah tingkat II, baik kota maupun Kabupaten yang diperuntukkan bagi penjual maupun konsumen (pembeli), sehingga di setiap Kabupaten atau kota diseluruh wilayah Republik Indonesia setiap penjual maupun konsumen (pembeli) mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan hadiah (pemberian hadiah ini tiap tiga bulan sekali diundi di daerah tingkat II dan pemenang-pemenangnya harus diumumkan dan pemenang yang menerima hadiah harus dibebaskan dari pungutan pajak, sehingga pemenang merasa tidak terbebani pajak lagi).

Agar supaya lebih banyak yang menerima hadiah harus ada pengkategorian atau klasifikasi, yaitu dibedakan penjual dan konsumen (pembeli) artinya tidak hanya konsumen yang diberi hadiah penjual barang pun juga diberi hadiah dengan tujuan adanya keseimbangan, sehingga semua pihak baik penjual maupun konsumen juga diberikan kesempatan yang sama untuk menerima hadiah.

Demikian pula klasifikasi pembelian pun juga harus dibagi dua, agar supaya kesempatan penerima hadiah bisa lebih banyak, dengan cara klasifikasi barang yang dibeli,  dibagi menjadi dua kategori, dengan nilai pembelian dibawah satu juta Rupiah dalam kategori tersendiri dan pembelian diatas satu juta rupiah keatas dalam kategori tersendiri.

Agar supaya masyarakat konsumen (pembeli) terangsang untuk meminta salinan kwitansi pajak progresif berhadiah kepada si penjual, maka hadiah yang diberikan Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia haruslah hadiah yang menarik, khusus hadiah utama, bisa mobil mewah maupun rumah mewah, sehingga masyarakat yang kurang mampu yang kebetulan membeli beras atau membeli gula hanya sebesar dua puluh ribu rupiahpun mempunyai kesempatan yang sama mendapatkan hadiah mobil mewah atau rumah mewah, demikian pula mereka yang sedang makan di restoran besar atau sedang makan di depot sederhana pun mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan hadiah mobil mewah maupun rumah mewah.

Selanjutnya bagi konsumen yang telah menerima salinan struk tersebut, bisa langsung memasukkan struk kwitansi pajak progresif berhadiah di kotak pengumpul kwitansi pajak progresif berhadiah yang ada di toko atau rumah makan tempat konsumen tersebut bertransaksi, setelah konsumen (pembeli) tersebut mengisi nama dan alamatnya di struk kwitansi pajak progresif berhadiah.

Untuk menghindari adanya manipulasi dari oknum-oknum tertentu, maka struk kwitansi pajak progresif berhadiah dari Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia, harus diberi identitas nomor yang permanen yang sulit dipalsukan, sehingga bisa menghindari adanya manipulasi pajak dari pihak manapun.

Dampak Positif dari penerapan pajak progresif berhadiah

Dampak positif langsung dari penerapan pajak progresif berhadiah, adalah kemungkinan penerimaan pajak yang diperoleh Negara bisa berkali-kali lipat jumlahnya apabila dibandingkan dengan sebelum adanya penerapan pajak progresif berhadiah, sebab sebelum adanya penerapan pajak progresif berhadiah yang tidak  melibatkan konsumen untuk ikut mengawasi masuknya pajak ke kas negara telah menimbulkan manipulasi pajak yang dilakukan oleh oknum pegawai pajak dengan oknum pengusaha, namun apabila penerapan pajak progresif berhadiah ini sudah diterapkan di seluruh wilayah Republik Indonesia, maka sangat mungkin penerimaan pajak yang dihasilkan bisa berjumlah berkali-kali lipat, disebabkan karena para konsumen (pembeli) secara tidak langsung menjadi pengawas terhadap pemasukan pajak ke kas Negara.

Dampak posistif langsung dari penerapan pajak progresif berhadiah bagi konsumen (pembeli) adalah mempunyai kesempatan yang sama mendapatkan hadiah bisa memiliki mobil mewah maupun rumah mewah, meskipun kesempatan untuk mendapatkan hadiah tersebut  sangat kecil karena jumlah konsumennya di satu daerah seperti misalnya di kota-kota besar seperti di Jakarta maupun di Surabaya, mempunyai jumlah yang sangat besar, sehingga semakin banyak jumlah konsumen di satu daerah, maka kesempatan yang didapat semakin kecil, namun meskipun kesempatan tersebut sangat kecil, tapi kesempatan dari semua konsumen tersebut mempunyai kesempatan yang sama antara yang satu dengan lainnya dalam memperoleh hadiah.

Dampak positif secara tidak langsung dari penerapan pajak progresif berhadiah, adalah melatih para konsumen (pembeli) untuk pro aktif menjadi pengawas terhadap manipulasi pajak, karena dengan adanya kwitansi pajak progresif berhadiah telah mendorong pembeli untuk meminta kwitansi tersebut kepada penjual, yang tentu saja niat konsumen (pembeli) yang meminta kwitansi tersebut adalah untuk kepentingan si konsumen sendiri yang berharap siapa tahu apabila ada rejeki, dia bisa mendapatkan hadiah utama mobil mewah maupun rumah mewah, meskipun rasio perbandingannya sangat besar, namun kesempatan pembeli adalah “mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan hadiah”

Dampak positif lainnya dari adanya penerapan pajak progresif berhadiah, adalah usaha-usaha untuk melakukan manipulasi pajak akan lenyap dan sirna dengan sendirinya, karena dengan adanya penerapan pajak progresif berhadiah ini, secara langsung telah menghilangkan tindakan manipulasi pajak, karena dengan cara penerapan pajak progresif berhadiah ini, telah membuat mereka-mereka tidak bisa bekerja sama  melakukan manipulasi pajak, karena dengan cara penerapan pajak progresif berhadiah ini tidak memberikan ruang gerak para manipulator pajak untuk melakukan tindakan memanipulasi pajak yang merugikan negara.

Dampak Negatif penerapan pajak progresif berhadiah

Dampak negatif penerapan pajak progresif berhadiah, adalah membuat stress para manipulator pajak, sehingga mereka nantinya akan berteriak dan membentuk opini untuk disampaikan ke masyarakat bahwa penerapan pajak progresif berhadiah ini “Haram” karena diundi, sehingga sama dengan judi, yang akhirnya nanti akan mengakibatkan polemik berkepanjangan di masyarakat.

Demikian tulisan mengenai pajak progresif berhadiah ini saya sampaikan, agar supaya bisa menjadi salah satu solusi untuk mencari jalan, agar supaya pajak yang seharusnya masuk ke kas Negara jangan sampai terganjal dan masuk ke kantong para manipulator pajak dan apabila ada tulisan saya yang kurang berkenan bagi tetam-teman sesama face booker, saya menyampaikan mohon maaf yang sebesar-besarnya

Surabaya, 1 April 2010

Hormat saya

Slamet Julianto (cak Bagong)




April 2010
S S R K J S M
 1234
567891011
12131415161718
19202122232425
2627282930