23
Jun
10

Komentar saya terhadap Sri Mulyani dan BJ Habibie adalah alasan untuk tidak mencintai Indonesia di Blognya mistertrasmianto

sebenarnya saya pun sangat jengkel . . dahulu ketika rakyat dikebiri oleh Rezim Suharto . . ada alasan saya untuk mencintai Indonesia . . karena dikuasai Sang Otoriter . . alasan saya mencintai Indonesia . . ikut bersama-sama sebagian besar Rakyat Indonesia melawan Rezim Suharto . . omong sombongnya berjuang menegakkan kebenaran dalam satu Barisan reformasi, sekaligus melawan kemunafikan yang sangat membudaya salah satunya adalah “Ucapan sendiko Dawuh yang diimplementasikan Mohon Petunjuk”, artinya dulu rakyat sipil munduk-munduk . . tidak ada yang berani nongol meskipun perutnya lapar . . jaman berubah Rezim Suharto akhirnya runtuh juga, meskipun sudah mengakar begitu lama selama 32 (tiga puluh dua) tahun . . Negara menjadi Demokrasi . . orang-orang laparpun berani berbicara . . bahkan orang-orang yang kekenyangan pun berani bicara . . apalagi bila cita-cita atau harapannya tidak kesampaian . . Presiden pun dicela dan dinista, walaupun belum tentu salah . . apalagi hanya Ketua RW seperti saya . . tidak ada artinya apa-apa . . semua orang bicara tanpa dipikirkan akibatnya “apa yang dibicarakan itu benar adanya atau sekedar fitnah . . mereka berkata : persetan tidak ada urusan salah atau benar yang penting cita-citaku kesampaian . . biar yang lainnya jungkir balik tidak karuan . . aku tidak ada urusan . . yang penting aku sampai ke tujuan”

Semua orang sudah tidak lagi sekedar munafik dan tidak sekedar bisa menipu saja . . tapi sudah naik tingkatanya menjadi yang disebut mbegendeng (mohon maaf karena tidak ada ungkapan atau kalimat yang sopan untuk mengilustrasikan apa yang saya sampaikan . . sehingga muncul istilah Mbegendeng yang saya anggap pas dengan sifat oknum-oknum politikus sekarang) . .

Saya sangat jengkel dan muak dengan mereka yang mbegendeng . . karena saya yakin, bahwa mereka yang mbegendeng tahu persis apabila mereka mbegendeng . . mereka tidak peduli dan tidak mau tahu dengan sikap mereka yang mbegendeng, malahan sikap yang mbegendeng tersebut dalam hari demi hari dipelihara dan ditingkatkan oleh mereka agar tidak hanya mbegendeng saja . . tapi ditambah dengan sikap rakus dan tidak tahu malu . . tujuannya adalah untuk mempertahankan menjadi pejabat mbegendeng yang tidak ada tandingnya, sehingga tetap mempertahankan jabatannya menjadi pejabat yang mbegendeng.

Dengan melihat hal seperti itu . . lama kelamaan saya juga jengkel menjadi warga negara Indonesia, mengapa saya harus dilahirkan di Negaranya orang-orang mbegendeng . . namun apa mau dikata saya sudah terlanjur lahir di Indonesia . . untuk pindah kenegara lain . . saya tidak punya beaya . . namun masih ada hal-hal tertentu yang membuat saya masih tetap ingin tinggal di Indonesia . . pertama masih ada saudara . . kerabat . . dan sahabat-sahabat yang berbudi luhur dan jujur serta masih ingin mengabdi kepada masyarakat yang papa . . Kedua masih ada harapan untuk melihat mereka-mereka yang mbegendeng diteriaki massa dan dianggap sampah . .lalu mereka ketakutan dan jadi gendeng benaran.

karena masih ada dua hal tersebut yang membuat saya tetap ingin menjadi Warga Negara Indonesia, maka saya dan sahabat-sahabat saya (kalau bisa anda-anda semua yang tidak mbegendeng) harus turut berdoa agar supaya oknum-oknum pejabat Mbegendeng cepat-cepat di adili segera oleh ALLAH SWT, entah diberi penyakit aneh yang tidak ada obatnya, sehingga tidak mbegendeng lagi . . YA ALLAH dengarkanlah dan kabulkanlah doa ku ini . . sehingga Saya dan sahabat-sahabat semua yang tidak mbegendeng tetap kerasan tinggal di Bumi Indonesia Tercinta . . AMIEN-AMIEN YA ROBBAL ALAMIEN

dicopy paste dari komentar saya terhadap Sri Mulyani dan BJ. Habibie adalah alasan untuk tidak mencintai Indonesia di Blog mistertrasmianto

23
Jun
10

CINA DENGAN IDEOLOGI KOMUNIS GAYA KEKAISARAN CINA KUNO

CINA DENGAN IDEOLOGI KOMUNIS

GAYA KEKAISARAN CINA KUNO

Dalam pandangan saya China, meskipun kelihatannya menggunakan faham atau ideologi Komunisme dalam sistem pemerintahannya dan kelihatannya  melaksanakan dan mengembangkan perekonomiannya  dengan faham kapitalisme, namun apabila kita amati dengan seksama model pemerintahannya dan sekaligus model pengembangan ekonominya, justru china menggunakan model kerajaan-kerajaan lama, seperti jaman kerajaan Han, Ming, maupun kerajaan Sung.

Pemerintahan China sekarang meskipun kelihatannya menggunakan model Komunis, namun faham Komunis yang mengalami pergeseran nilai, bukan lagi menggunakan faham Komunis model Mao Tse Tung yang kaku, tapi sudah mulai ada pergeseran nilai menggunakan faham Komunis yang luwes, sesuai dengan budaya China sendiri, dimana Pemerintahan China bisa berkembang menjadi imperium besar ketika dibawah Raja-raja besar seperti Kaisar Yung Lo dari Dinasty Ming., sebagai contoh dalam melakukan pengambilan Keputusan ditentukan oleh figur yang menonjol yaitu Presiden China atau Sekretaris Jendral PKC, dan tidak ditentukan oleh Anggota Dewan Komite Central PKC, sebab anggota Dewan Komite Central PKC, pada saat sekarang di Pemerintahan China, cenderung formalitas, sama halnya dengan jaman kerajaan Dinasty Ming dan lain sebagainya, setiap pengambilan keputusan ditetapkan oleh Putusan Raja.

Demikian pula model pengembangan perekonomian di RRC., lebih ditentukan oleh para cerdik pandainya (intelektualnya) yang memberkan kesempatan kepada individu-individu yang mampu dan mengerti tentang perdagangan, model pengembangan perekonomian seperti itu, sebenarnya adalah pola-pola lama yang terjadi di jaman Kerajaan Wei, Han, Ming atau dinasty Sung, dimana Raja-raja kerajaan tersebut, rata-rata mempunyai penasehat-penasehat atau ahli filsafat yang mumpuni, seperti Pujangga Shun Tzu yang menjadi Penasehat Liu Be dan lain sebagainya, dan yang paling mencolok adalah sifat Nasionalistis (apabila tidak boleh dikatakan Chauvinistis) masyarakat China terhadap budayanya, sangat jelas terlihat, apabila masyarakat China baik yang ada di Negeri China sendiri maupun di luar Negeri China, mulai dari Rakyat jelata sampai pejabat Negara (bahkan menjadi pejabat di negara lainpun, cinta terhadap budaya Chinanya masih sangat kental, meskipun darah Chinanya hanya 25 %).

Bedanya antara Pemerintahan China Komunis sekarang dengan pemerintahan Kerajaan, adalah terletak pada sipa yang dipercaya menjadi Pemimpin tunggal Pengambil Keputusan, apabila jaman kerajaan Pengambil Keputusan adalah keluarga Raja atau turunan Raja atau saudara-saudara Raja (Status Quo), sedangkan pada saat sekarang dalam Pemerintahan paham Komunis, Pengambil Keputusan adalah mereka yang dipilih oleh anggota Komite Central, yaitu para elite Partai Komunis China.

Faktor kecintaan terhadap budaya inilah yang menjadi perekat yang sangat kuat untuk membangun Pemerintahan China yang kuat di dunia, apabila tidak bisa dikatakan dengan istilah membangun Imperium China yang perkasa, jadi meskipun Pemerintahan China kelihatannya seperti negara yang berpaham pada Ideologi Komunis, namun pada dasarnya dalam melaksanakan Pemerintahannya dan melaksanakan strategi ekonomi masih berdasarkan POLA LAMA JAMAN KERAJAAN YANG DISESUAIKAN DENGAN SITUASI DAN KONDISI SAAT SEKARANG.

Dengan paham ideologi Komunis yang disesuaikan dengan pola pemerintahan model jaman kerajaan kuno di China, maka tentu saja para korban dari Tiananmen, tidak mungkin akan dipedulikan atau diungkit, sebab demi kebesaran Bangsa China agar menjadi Bangsa besar di dunia, maka bagi mereka korban Tiananmen tidaklah harus dibesar-besarkan, bahkan keluarga dekat dari para korban rela tidak  mempersoalkan hal itu demi kejayaan Bangsa China di dunia.

Dengan merelakan keluarganya untuk kebesaran Bangsa China, maka masyarakat China sangat terlihat jelas mempunyai jiwa Nasionalis yang sangat kuat (bahkan cenderung Chauvinistis), sehingga sangat pas dan sangat tepat, bahwa masyarakat China di Negeri China sangat membenci Korupsi, karena mereka memahami bahwa korupsi akan menghancurkan sendi-sendi negara, bahkan mereka sangat bisa bekerja sama yang mirip nepotisme, namun dengan tujuan membangun bangsanya, bukan dengan niat melakukan korupsi, tapi dalam kerja sama memberantas korupsi, sehingga dengan mudah Pemerintah China memberantas korupsi.

Dengan melihat beberapa hal tersebut diatas, maka jangka pendek atau jangka lama, dengan perhitungan masyarakat China masih tetap mencintai Budaya Bangsanya dan mencintai Bangsanya, maka suatu ketika Bangsa China akan menjadi imperium tunggal di dunia, dan apabila hal itu terjadi hegemoni tersebut akan berlangsung sebagaimana hegemoni masyarakat Romawi pada waktu dulu

Disadur dari komentar saya di Indonesia berpikir

20
Apr
10

Sebagai warga negara Indonesia, saya merasa senang dan juga merasa bahagia, telah didirikan Satgas Pemberantasan  Mafia Peradilan dan pada saat sekarang ini Satgas Pemberantasan  Mafia Peradilan,  Fokus melakukan pemberantasan terhadap sembilan “Big Fish”, yaitu : “Mafia korupsi, mafia pajak dan bea cukai, mafia pertambangan dan energi, mafia tanah, mafia hutan, mafia perbankan dan keuangan serta ellegal fishing” dengan adanya fokus pemberantasan terhadap  sembilan besar tersebut, diharapkan dapat memberantas korupsi sesuai dengan harapan didirikannya Satgas pemberanasan mafia peradilan, sehingga nantinya anggaran pemerintah bisa lebih bertambah dan apabila anggaran pemerintah bisa lebih bertambah, maka masyarakat bisa lebih sejahtera.

Pemberantasan mafia sebagaimana disebutkan diatas, sangat diharapkan oleh masyarakat agar supaya anggaran yang dikorupsi bisa dikurangi dan sekaligus membasmi mafia pajak, illegal logging dan illegal fishing bisa menambah anggaran untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat baik langsung maupun tidak langsung.

Sebagai aktivis buruh, dari Persaudaraan Buruh Surabaya, (PBS)  kami  sangat mengharapkan juga, agar supaya satgas pemberantasan mafia peradilan juga memperhatikan dan memperdulikan nasib Kaum Buruh yang sering diberlakukan tidak adil oleh oknum pengusaha, seperti misalnya banyak Buruh atau pekerja di berbagai daerah di Indonesia yang tidak dipenuhi hak-hak normatifnya, yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Beberapa pelanggaran normatif yang dilakukan oknum pengusaha adalah sebabagi berikut :

  1. Pembayaran upah dibawah upah minimum yang berlaku, pembayaran upah dibawah upah minimum yang berlaku, adalah pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha dengan membayar upsh buruh/pekerja dibawah upah minimimum yang berlaku (pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha adalah pelanggaran normatif terhadap pasal 90 ayat (1) UURI No. : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan” yang berbunyi : “Pengusaha dilarang membayar Upah lebih rendah dari upah minimum, sebagaimana dimaksud dalam pasal 89”),
  2. Tidak memberikan hak cuti hamil terhadap Buruh / Pekerja wanita yang sedang hamil (pelanggaran normatif pengusaha terhadap pasal 82 ayat 1, UURI No. : 13 tahujn 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, yang berbunyi : “Pekerja/Buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan, menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan”),
  3. Memberhentikan Buruh/Pekerja yang sakit menahun
  4. Tidak memberikan uang cuti, misalnya cuti hamil
  5. Mempekerjakan Buruh/pekerja yang mempunyai pekerjaan yang bersifat tetap, (misalnya Buruh/Pekerja di bagian produksi) dengan cara mengkontrak Buruh/Pekerja tersebut secara langsung dengan cara membuat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan Buruh/Pekerja tersebut,  atau mempekerjakan Buruh/Pekerja secara tidak langsung melalui PT. Penyedia Tenaga Kerja (outsourching) (pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha adalah pelanggaran normatif terhadap pasal 59 ayat 2, UURI No. : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan” yang berbunyi : “Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap”) dan lain sebagainya pelanggaran normatif yang dilakukan oknum pengusaha terhadap Buruh / Pekerja yang bekerja di tempat usahanya

Pelanggaran normatif yang dilakukan oknum pengusaha, sebagaimana dimaksud kan diatas, terjadi dimana-mana di bumi Indonesia yang tercinta, dan sesungguhnya  apabila instansi yang terkait dengan perselisihan hubungan industrial benar-benar  serius menangani pelanggaran normatif yang dilakukan oknum pengusaha, maka tidak akan ada hal-hal sebagai berikut  :

Pada kenyataannya, pelanggaran normatif sebagaimana yang disebutkan diatas, tetap terjadi, meskipun pelanggaran tersebut ada sanksi hukumnya yang diatur oleh UURI No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, baik sanksi hukuman kurung penjara atau sanksi denda, dengan batasan minimum, namun kenyataannya hampir diseluruh kota khususnya di Propinsi Jawa Timur, banyak terjadi pelanggaran normatif yang dilakukan oleh oknum-oknum pengusaha dan naifnya pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha, terkesan dibiarkan oleh pejabat-pejabat yang terkait dengan permasalahan Ketenagakerjaan, padahal semestinya pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha harus tetap ditindak lanjuti sekaligus diselesaikan sampai tuntas oleh Pejabat-pejabat yang terkait dengan Ketenagakerjaan.

MENGAPA PELANGGARAN NORMATIF TETAP ADA.

Mengapa pelanggaran normatif masih tetap ada ? masih tetap adanya pelanggaran normatif yang dilakukan pengusaha, disebabkan karena pengusaha yang melanggar pelanggaran normatif tidak pernah diberikan sanksi yang tegas oleh pihak pejabat terkait, meskipun sanksi berat bagi pengusaha yang melanggar ketentuan normatif, jelas-jelas ada dan diatur di dalam UURI NO. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, seperti misalnya pengusaha yang membayar upah Buruh/Pekerja, dibawah upah minimum, atau pengusaha yang tidak memberikan cuti hamil kepada Buruh/Pekerja wanita yang akan melahirkan, kepada pengusaha yang melanggar ketentuan normatif akan diberikan sanksi hukuman kurung penjara atau sanksi denda, sebagaimana diatur dalam pasal 185 ayat (1) dan ayat (2)  UURI No. : 13 tahun 2003 tentang  “Ketenagakerjaan” untuk pasal 185 ayat (1)  berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 . . ayat (1) dan ayat (2), pasal 68, pasal 69 ayat (2) pasal 80, pasal 82, pasal 90 ayat (1), pasal 143 dan pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,- (seratus juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,- (empat ratus juta rupiah). Sedangkan pasal 185 ayat (2) berbunyi sebagai berikut : “Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan”.

Dengan adanya sanksi hukuman penjara dan hukuman denda dengan batasan “Minimum” telah menunjukkan bahwa sanksi hukuman yang tercantum dalam UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, merupakan sanksi yang cukup berat bagi pengusaha yang melanggar ketentuan normatif, namun pada kenyataannya, sampai sekarang masih belum ada satupun pengusaha yang mendapatkan dan menjalani sanksi kurung penjara atau sanksi denda sebagaimana diatur dalam UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, walaupun dimana-mana banyak sekali terjadi pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan pengusaha terhadap para Buruh/Pekerja yang bekerja di tempat usahanya

Banyaknya pelanggaran  normatif yang dilakukan pengusaha, namun tidak ditindak dengan tegas oleh pejabat yang terkait, telah menimbulkan berbagai dampak buruk antara lain :

Ketidak tegasan pejabat yang terkait dengan Undang-Undang ketenagakerjaan dalam menjalankan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, patut dipertanyakan

APAKAH ADA KONSPIRASI ANTARA PEJABAT TERKAIT DENGAN PENGUSAHA

Adanya sikap yang tidak tegas dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat negara yang bertanggung jawab mengenai adanya pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan pengusaha, telah menimbulkan dugaan dikalangan Kaum Buruh/Pekerja (sudah menjadi rahasia umum), bahwasanya pemilik perusahaan tempat mereka bekerja adalah bos yang kuat karena mempunyai hubungan yang baik (apabila tidak bisa disebut sebagai backing) dengan oknum pegawai Disnaker, dengan oknum anggota Kepolisian, dengan oknum anggota tentara dan pejabat-pejabat lainnya dan hubungan yang baik tersebut diketahui oleh rata-rata Buruh/Pekerja yang bekerja di perusahaan milik pengusaha yang mempunyai hubungan baik dengan para oknum yang telah disebutkan diatas.

Hubungan yang dekat antara pengusaha dengan oknum yang disebutkan diatas, memang belum bisa dijadikan ukuran untuk menyebutkan, bahwa hubungan yang baik tersebut merupakan suatu konspirasi antara pejabat terkait dengan pengusaha untuk tidak memberikan sanksi yang tegas terhadap pengusaha yang telah melakukan pelanggaran ketentuan normatif. Namun meskipun dapat dikatakan adanya konspirasi besar dalam melawan Undang-Undang, namun apabila diamati dengan sungguh-sungguh (meskipun belum diadakan penelitian mengenai hubungan yang baik antara pengusaha dan oknum pejabat terkait dengan pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan pengusaha) mengenai hubungan baik yang terjalin antara pejabat terkait dengan pengusaha yang melakukan pelanggaran ketentuan normatif, maka terlihat bahwa “Hubungan yang baik antara pejabat terkait dengan pengusaha mempengaruhi terjadinya pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan pengusaha”, artinya “Semakin baik hubungan antara pejabat terkait dengan pengusaha, menyebabkan pengusaha semakin melanggar ketentuan normatif dan sebaliknya apabila pengusaha tidak menjalin hubungan yang baik dengan pejabat terkait, maka pengusaha tersebut tidak melanggar ketentuan normatif”

Sebagai bukti, bahwasanya hipotesa kami benar, adalah banyaknya pengusaha-pengusaha besar kelas Nasional yang mempunyai hubungan baik dengan para pejabat Negara, entah pejabat daerah atau pejabat pusat, ternyata banyak melanggar ketentuan normatif, khususnya, pasal 59 ayat (2) UURI No. : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan” yang berbunyi : “Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap”, dimana banyak Buruh/Pekerja yang pekerjaannya bersifat tetap (sesuai dengan penjelasan atas Undang-Undang RI No. : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, khusus pasal 59 ayat (2) yang berbunyi : “yang dimaksud dengan pekerjaan yang bersifat tetap dalam ayat ini, adalah pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dari suatu proses produksi dalam satu perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman”) masih tetap di kontrak kerja, bisa melalui perusahaan lain penyedia tenaga kerja atau outsourching atau bisa secara langsung membuat Perjanjian Kerja Waktu tertentu dengan Buruh/Pekerja, ironisnya yang melakukan kontrak kerja secara besar-besaran dan tidak sesuai dengan pasal 59 ayat (2) UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, adalah perusahaan-perusahaan besar yang berskala Nasional bahkan Internasional.

SIAPA YANG MENJADI KORBAN DENGAN ADANYA PELANGGARAN NORMATIF

Dengan maraknya pelanggaran normatif yang dilakukan oleh oknum pengusaha di mana-mana, maka yang menjadi korban terjadinya pelanggaran ketentuan normatif itu, jelas-jelas adalah kaum Buruh/Pekerja, dengan tidak adanya ketegasan dari pejabat instansi terkait terhadap pelanggaran ketentuan normatif yang dilakukan oleh oknum pengusaha, menyebabkan Kaum Buruh/Pekerja menjadi semakin terpojok dan semakin lemah, ketidak tegasan sikap dari pejabat instansi terkait untuk menjatuhkan sanksi kepada oknum pengusaha yang melakukan pelanggaran ketentuan normatif ini, jelas sangat merugikan posisi kaum buruh/pekerja yang tidak mendapatkan hak-haknya, sesuai dengan yang diatur dalam UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

BURUH/PEKERJA MERUPAKAN BAGIAN DARI  MASYARAKAT YANG PALING LEMAH POSISINYA DAN MERUPAKAN SALAH SATU KELOMPOK YANG PALING BANYAK JUMLAHNYA.

Kaum Buruh/Pekerja, dalam hal status dan posisinya sebagai orang yang bekerja pada seseorang atau perusahaan dengan menerima upah, dengan posisi menerima upah dari seseorang yang memiliki tempat usaha tersebut, dengan posisi  sebagai pihak yang bekerja dan menerima upah dari pengusaha dan upah tersebut digunakan atau dimanfaatkan oleh Buruh/Pekerja dan keluarganya untuk mencukupi kebutuhan hidup kaum Buruh/Pekerja dan keluarganya, maka posisi kaum buruh/Pekerja  apabila dibandingkan dengan posisi pihak pengusaha, jelas terlihat bahwa posisi kaum Buruh/Pekerja tersebut dalam posisi yang lebih lemah bila dibandingkan dengan pengusaha, apalagi pada saat terjadi perselisihan hubungan industrial, antara Buruh/Pekerja berhadapan dengan pengusaha, dan pengusaha yang sudah dalam posisi lebih kuat ditambah lagi dengan dibantu oleh para profesional seperti Pengacara, maka posisi pengusaha akan semakin kuat dan posisi yang sudah kuat tersebut ditambah lagi dengan pejabat terkait yang mengambil keputusan yang tidak tegas, terhadap pelanggaran normatif, maka posisi kaum Buruh/Pekerja yang merupakan salah satu kelompok yang paling banyak jumlahnya ini, akan semakin lemah, karena pejabat yang terkait tersebut tidak mengambil keputusan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Karena pejabat terkait yang bisa mengambil keputusan untuk menegakkan hukum sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, tidak mengambil keputusan untuk menegakkan Undang-Undang yang berlaku, secara langsung dan tidak langsung, semakin memperlemah posisi kaum Buruh/Pekerja dalam menghadapi pengusaha yang melanggar ketentuan normatif yang berlaku, sehingga mengakibatkan Hukum di Indonesia khususnya mengenai Ketenagakerjaan, akan semakin tidak pernah ditaati oleh para pengusaha, akibatnya UURI No. : 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, hanya menjadi pajangan saja, karena ketentuan yang ada termasuk sanksi-sanksi yang diatur dalam UU tersebut tidak dijalankan, akibat yang paling fatal adalah menyebabkan Kaum Buruh/Pekerja yang jumlahnya cukup besar menjadi kelompok yang paling lemah.

SATGAS PEMBERANTASAN MAFIA, HARUS BERTANYA ATAU INVESTIGASI KEPADA PEJABAT TERKAIT BERKENAAN DENGAN MASIH BANYAKNYA PELANGGARAN NORMATIF

Apabila Undang – Undang Republik Indonesia, nomor : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, hanya dijadikan simbol formalitas atas keberadaan Undang-Undang tersebut dan keberadaan Undang-Undang tersebut tidak dijalankan, sesuai dengan prosedur yang ada, maka lama-kelamaan Undang-Undang tersebut sama dengan tidak berlaku, dan apabila Undang-Undang yang semestinya masih berlaku, namun dianggap tidak berlaku oleh sebagian masyarakat yang mempunyai uang dan mempunyai kekuasaan, maka PROSES KEHIDUPAN SEPERTI ITU DISEBUT SEBAGAI PROSES MENUJU MASYARAKAT HUKUM RIMBA, yaitu dimana yang kuat yang mempunyai berbagai sarana dan prasarana lah yang menang dan yang berkuasa untuk menentukan segalanya, sehingga yang lemah harus menerima keputusan apapun dari yang kuat dan yang berkuasa, meskipun keputusan tersebut adalah keputusan yang tidak adil dan keputusan yang semena-mena serta bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Proses kehidupan menuju masyarakat hukum rimba, sebagai yang dimaksudkan diatas, sangat bertentangan dengan prinsip Demokrasi dari Pemerintah sekarang, untuk itulah sangat pantas dan sangat pas, apabila Satgas Pemberantasan Mafia yang telah dibentuk Presiden, melakukan investigasi terhadap pejabat-pejabat terkait yang menyangkut pelaksanaan Undang-Undang RI. Nomor : 13 tahun 2003 tentang “Ketenagakerjaan”, mulai dari pusat sampai ketingkat daerah, karena pelanggaran-pelanggaran normatif yang marak dimana-mana, telah menggores dan sangat melukai rasa keadilan yang harus kita junjung bersama, lebih-lebih lagi dengan didirikannya Satgas Pemberantasan Mafia, jelas mempunyai tujuan mulia yaitu “Menegakkan keadilan di Indonesia serta memberantas penyebab Ketidak adilan di Indonesia” tanpa pandang bulu, termasuk membela kaum Buruh/Pekerja yang pada saat sekarang sedang terpinggirkan atau termarjinalkan keberadaannya.

Demikian masukan-masukan tentang SATGAS PEMBERANTASAN MAFIA ini kami sampaikan, dengan tujuan agar supaya bisa menjadi salah satu agenda bagi Satgas Pemberantasan Mafia dalam memberantas penyebab terjadinya pelanggaran normatif, dan harapan kami yang begitu besarnya kepada Satgas Pemberantasan Mafia, adalah “Semoga sukses langkah-langkah yang dilakukan Satgas Pemberantasan Mafia”, sehingga langkah-langkah yang dijalankan dan dilaksanakan oleh Satgas Pemberantasan Mafia bisa menjadi salah satu penyebab, yang membawa Bangsa Indonesia menjadi Bangsa Besar dan Rakyatnya bisa merasakan dan mendapatkan  kehidupan  yang  adil  dan   makmur  sebagaimana  dicita-citakan  oleh  Para Pendiri Bangsa . . AMIEN !!!

Surabaya, 20 April 2010

Ketua Persaudaraan Buruh Surabaya (PBS)

Drs. Slamet Julianto

03
Apr
10

“Penerapan Pajak Progresif Berhadiah sebagai Solusi Menghilangkan Manipulasi Pajak”

Manipulasi pajak yang terjadi di mana-mana, bukan hanya kejadian yang terjadi pada saat sekarang, sejak jaman rezim orde baru manipulasi pajak yang dilakukan oleh orang-orang kaya terjadi dimana-mana di bumi tercinta INDONESIA, dimana para oknum pengusaha bekerja sama dengan oknum pegawai pajak merupakan hal yang biasa, sehingga kerja sama antara oknum pengusaha dan oknum pegawai pajak menjadi budaya di Indonesia sampai saat sekarang dan hampir mustahil untuk dihilangkan karena begitu rapinya kerjasama tersebut.

Dengan di non aktifkannya Susno dari jabatan dari jabatannya sebagai Kabariskrem Polri, menyebabkan Susno menyanyi di hadapan Satgas anti Mafia Peradilan, tentang manipulasi pajak yang dilakukan oleh Gayus Tambunan pegawai pajak golongan III A dengan merugikan negara sebanyak Rp. 25 milyar, apa yang dilakukan Gayus hanyalah merupakan bagian yang sangat kecil dari jaringan manipulasi pajak yang merugikan negara dan jaringan tersebut cenderung melibatkan banyak oknum pejabat negara di berbagai Departemen Negara baik yang berhubungan langsung maupun berhubungan tidak langsung dengan manipulasi pajak yang bekerja sama dengan oknum pengusaha nakal.

Terlibatnya banyak oknum pejabat tinggi dari berbagai lembaga negara dengan oknum pengusaha nakal yang demikian rapinya dan melibatkan banyak pihak, menyebabkan aparat yang benar-benar bersih sulit untuk mengatasinya, namun karena pajak sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan sarana dan prasarana yang digunakan untuk memakmurkan rakyat INDONESIA, maka mau dan tidak mau Negara sangat mengharapkan pemasukan pajak yang diharapkan harus tetap masuk ke kas Negara, agar supaya pemasukan tadi bisa digunakan untuk kepentingan membangun Bangsa dan negara menjadi lebih besar.

Sebagai rakyat biasa yang bukan siapa-siapa dan tidak mempunyai apa-apa, saya mempunyai ide sederhana, agar supaya rakyat dan pengusaha tanpa dipaksa dengan sendirinya membayar pajak dengan Sukarela dan mempersempit ruang gerak para manipulator pajak, adapun ide yang saya sampaikan saya sebut sebagai “Pajak Progresif”.

Apa itu pajak Progresif

Pajak progresif adalah pajak langsung yang dibayar oleh para konsumen yang membeli barang apa saja mulai membeli dari jenis makanan dan minuman ringan sampai membeli alat berat dan dimana saja, mulai dari depot atau rumah makan sampai membeli di pabrik, dengan menggunakan sarana apa sehingga konsumen terjaring untuk langsung membayar pajak, cara sederhana yaitu : “Departemen Keuangan melalui Direktorat Jendral Pajak, mencetak struk kwitansi (rangkap 5) yang ber kop Dirjen Pajak Departemen Keuang Repubilk dan dibawahnya dikosongkan untuk diisi sendiri oleh si penjual, sesuai dengan nama toko, nama rumah makan, nama super market, nama CV, nama PT. dan lain sebagainya , (yaitu : rumah makan, toko kecil, super market, agen, distributor sampai pabrik), struk kwitansi rangkap 5 diperuntukkan, satu untuk Departemen Keuangan RI, yang kedua untuk Dirjen Pajak, ketiga untuk kabupaten atau Kota, keempat untuk penjual dan kelima untuk pembeli (konsumen)

Distribusi struk kwitansi dari Departemen Keuangan sampai ke toko kecil

Agar supaya supaya distribusi struk atau kwitansi tersebut, bisa sampai ke konsumen, maka dari pihak Departemen Keuangan RI, harus membagi struk kwitansi yang berkop Dirjen Pajak Departemen Keuangan RI, langsung ke seluruh Kepala daerah tingkat dua di Indonesia, dan kepala daerah membagikan struk tersebut langsung ke camat-camat yang ada didaerah dan camat langsung membagikan ke Lurah-Lurah di wilayah kecamatan masing-masing, dan Lurah-Lurah tersebut langsung membagikan struk tersebut langsung ke Toko-toko, Rumah  makan, mall-mall, CV, PT dan lain sebagainya tempat usaha yang ada dimasing-masing kelurahan mulai dari tempat usaha kecil sampai tempat usaha besar.

Rangsangan Struk kwitansi pajak progresif Berhadiah dari Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia

Agar supaya masyarakat mulai dari penjual sampai konsumen (pembeli) tertarik dan meminta bukti kwitansi pembelian, maka Pemerintah khususnya Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia, memberikan hadiah di setiap daerah tingkat II, baik kota maupun Kabupaten yang diperuntukkan bagi penjual maupun konsumen (pembeli), sehingga di setiap Kabupaten atau kota diseluruh wilayah Republik Indonesia setiap penjual maupun konsumen (pembeli) mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan hadiah (pemberian hadiah ini tiap tiga bulan sekali diundi di daerah tingkat II dan pemenang-pemenangnya harus diumumkan dan pemenang yang menerima hadiah harus dibebaskan dari pungutan pajak, sehingga pemenang merasa tidak terbebani pajak lagi).

Agar supaya lebih banyak yang menerima hadiah harus ada pengkategorian atau klasifikasi, yaitu dibedakan penjual dan konsumen (pembeli) artinya tidak hanya konsumen yang diberi hadiah penjual barang pun juga diberi hadiah dengan tujuan adanya keseimbangan, sehingga semua pihak baik penjual maupun konsumen juga diberikan kesempatan yang sama untuk menerima hadiah.

Demikian pula klasifikasi pembelian pun juga harus dibagi dua, agar supaya kesempatan penerima hadiah bisa lebih banyak, dengan cara klasifikasi barang yang dibeli,  dibagi menjadi dua kategori, dengan nilai pembelian dibawah satu juta Rupiah dalam kategori tersendiri dan pembelian diatas satu juta rupiah keatas dalam kategori tersendiri.

Agar supaya masyarakat konsumen (pembeli) terangsang untuk meminta salinan kwitansi pajak progresif berhadiah kepada si penjual, maka hadiah yang diberikan Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia haruslah hadiah yang menarik, khusus hadiah utama, bisa mobil mewah maupun rumah mewah, sehingga masyarakat yang kurang mampu yang kebetulan membeli beras atau membeli gula hanya sebesar dua puluh ribu rupiahpun mempunyai kesempatan yang sama mendapatkan hadiah mobil mewah atau rumah mewah, demikian pula mereka yang sedang makan di restoran besar atau sedang makan di depot sederhana pun mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan hadiah mobil mewah maupun rumah mewah.

Selanjutnya bagi konsumen yang telah menerima salinan struk tersebut, bisa langsung memasukkan struk kwitansi pajak progresif berhadiah di kotak pengumpul kwitansi pajak progresif berhadiah yang ada di toko atau rumah makan tempat konsumen tersebut bertransaksi, setelah konsumen (pembeli) tersebut mengisi nama dan alamatnya di struk kwitansi pajak progresif berhadiah.

Untuk menghindari adanya manipulasi dari oknum-oknum tertentu, maka struk kwitansi pajak progresif berhadiah dari Dirjen Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia, harus diberi identitas nomor yang permanen yang sulit dipalsukan, sehingga bisa menghindari adanya manipulasi pajak dari pihak manapun.

Dampak Positif dari penerapan pajak progresif berhadiah

Dampak positif langsung dari penerapan pajak progresif berhadiah, adalah kemungkinan penerimaan pajak yang diperoleh Negara bisa berkali-kali lipat jumlahnya apabila dibandingkan dengan sebelum adanya penerapan pajak progresif berhadiah, sebab sebelum adanya penerapan pajak progresif berhadiah yang tidak  melibatkan konsumen untuk ikut mengawasi masuknya pajak ke kas negara telah menimbulkan manipulasi pajak yang dilakukan oleh oknum pegawai pajak dengan oknum pengusaha, namun apabila penerapan pajak progresif berhadiah ini sudah diterapkan di seluruh wilayah Republik Indonesia, maka sangat mungkin penerimaan pajak yang dihasilkan bisa berjumlah berkali-kali lipat, disebabkan karena para konsumen (pembeli) secara tidak langsung menjadi pengawas terhadap pemasukan pajak ke kas Negara.

Dampak posistif langsung dari penerapan pajak progresif berhadiah bagi konsumen (pembeli) adalah mempunyai kesempatan yang sama mendapatkan hadiah bisa memiliki mobil mewah maupun rumah mewah, meskipun kesempatan untuk mendapatkan hadiah tersebut  sangat kecil karena jumlah konsumennya di satu daerah seperti misalnya di kota-kota besar seperti di Jakarta maupun di Surabaya, mempunyai jumlah yang sangat besar, sehingga semakin banyak jumlah konsumen di satu daerah, maka kesempatan yang didapat semakin kecil, namun meskipun kesempatan tersebut sangat kecil, tapi kesempatan dari semua konsumen tersebut mempunyai kesempatan yang sama antara yang satu dengan lainnya dalam memperoleh hadiah.

Dampak positif secara tidak langsung dari penerapan pajak progresif berhadiah, adalah melatih para konsumen (pembeli) untuk pro aktif menjadi pengawas terhadap manipulasi pajak, karena dengan adanya kwitansi pajak progresif berhadiah telah mendorong pembeli untuk meminta kwitansi tersebut kepada penjual, yang tentu saja niat konsumen (pembeli) yang meminta kwitansi tersebut adalah untuk kepentingan si konsumen sendiri yang berharap siapa tahu apabila ada rejeki, dia bisa mendapatkan hadiah utama mobil mewah maupun rumah mewah, meskipun rasio perbandingannya sangat besar, namun kesempatan pembeli adalah “mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan hadiah”

Dampak positif lainnya dari adanya penerapan pajak progresif berhadiah, adalah usaha-usaha untuk melakukan manipulasi pajak akan lenyap dan sirna dengan sendirinya, karena dengan adanya penerapan pajak progresif berhadiah ini, secara langsung telah menghilangkan tindakan manipulasi pajak, karena dengan cara penerapan pajak progresif berhadiah ini, telah membuat mereka-mereka tidak bisa bekerja sama  melakukan manipulasi pajak, karena dengan cara penerapan pajak progresif berhadiah ini tidak memberikan ruang gerak para manipulator pajak untuk melakukan tindakan memanipulasi pajak yang merugikan negara.

Dampak Negatif penerapan pajak progresif berhadiah

Dampak negatif penerapan pajak progresif berhadiah, adalah membuat stress para manipulator pajak, sehingga mereka nantinya akan berteriak dan membentuk opini untuk disampaikan ke masyarakat bahwa penerapan pajak progresif berhadiah ini “Haram” karena diundi, sehingga sama dengan judi, yang akhirnya nanti akan mengakibatkan polemik berkepanjangan di masyarakat.

Demikian tulisan mengenai pajak progresif berhadiah ini saya sampaikan, agar supaya bisa menjadi salah satu solusi untuk mencari jalan, agar supaya pajak yang seharusnya masuk ke kas Negara jangan sampai terganjal dan masuk ke kantong para manipulator pajak dan apabila ada tulisan saya yang kurang berkenan bagi tetam-teman sesama face booker, saya menyampaikan mohon maaf yang sebesar-besarnya

Surabaya, 1 April 2010

Hormat saya

Slamet Julianto (cak Bagong)

31
Mar
10

“Pergeseran Nilai”

Siapapun yang melahirkan (kasta yaitu pengkategorian golongan berdasarkan kedudukan dan pekerjaan dari Agama Hindu) untuk membuat (saya sebut : Klasifikasi) Kasta, adalah kekuatan yang sangat luar biasa, yang bertujuan untuk mengklasifikasi jenis manusia sesuai dengan kedudukan yang dilakukan oleh manusia pada waktu itu, untuk lebih jelasnya akan diuraikan satu persatu kedudukan yang ada dalam kasta :

1. Brahmana, adalah para pemuka agama yang pada waktu itu adalah pendeta-pendeta agama Hindu, yang mana kedudukannya sebagai Pendeta yang tugasnya hanya berdoa dan memohonkan kepada Sang Pencipta, agar supaya mengayomi, menaungi, melindungi dan memelihara Umat Manusia (tanpa membedakan) dari segala musibah, seorang Pendeta idealisme nya : setiap saat selalu berdoa tidak hanya untuk dirinya dan keluarganya saja, namun seorang pendeta yang hakikinya pendeta, dia akan senantiasa setiap saat selalu berdoa dan berdoa tanpa henti untuk kepentingan umat manusia, agar supaya terhindar dari musibah, terhindar dari perbuatan jahat, terhindar dari egoisme sempit, terhindar dari nafsu memiliki yang bukan hak nya, terhindar dari nafsu hewani. Seorang Pendeta dengan klasifikasi Brahmana, senantiasa melakukan perbuatan yang selalu baik, tidak mau menyakiti hati orang lain apalagi membunuh atau menghilangkan/melenyapkan sesamanya, dan cenderung tidak mau memiliki yang bukan haknya, cenderung menghindari hal duniawi seperti ingin menikmati kenikmatan sesaat, hidupnya senantiasa berdoa dan selalu berdoa untuk kepentingan yang bermanfaat bagi sesamanya (tanpa membedakan), selain itu seorang Brahmana (pemuka agama), senantiasa mengajarkan dan menyampaikan kepada masyarakat termasuk kepada keluarganya sendiri, untuk melakukan perbuatan yang baik, membantu dan menolong sesamanya, menjauhi perbuatan nista dan tercela. Dengan memiliki beberapa kriteria yang diuraikan diatas, maka status Brahmana sebagai pemuka agama dikala itu, sangat wajar dan sangat pantas disebut sebagai golongan kasta di tingkat yang paling Tinggi.

Ciri-ciri Brahmana : Selalu berdoa untuk kepentingan Umat manusia tanpa membedakan, menjauhi kemewahan duniawi, memencilkan diri, berpembawaan tenang, bijaksana, penuh toleransi, mencintai sesama mahluk ciptaan TUHAN

2. Ksatria, adalah prajurit mulai dari tingkat yang paling bawah sampai Panglima tertinggi Prajurit (yaitu Raja), prajurit atau Raja sebagai Panglima tertinggi dari Prajurit adalah Penjaga, pelindung suatu wilayah yang ditempati oleh berbagai golongan dan dipimpin oleh seorang Raja disebut Kerajaan. Seorang Ksatria, yang merupakan figur sebagai, Penjaga, pelindung atau pengayom suatu wilayah yang disebut Kerajaan, tugasnya adalah mengayomi dan melindungi rakyat yang ada diwilayah tersebut, dari gangguan keamanan, baik gangguan keamanan dari luar maupun gangguan dari dalam, seorang Ksatria secara hakikinya, harus berani mati (mati syahid) membela wilayah atau Negaranya dari gangguan pihak luar maupun dari dalam yang berniat merampas wilayah tersebut atau berniat mengganggu ketenangan warga atau rakyat yang ada disitu untuk mempertahankan wilayah tersebut seorang Ksatria siap dibunuh atau membunuh fihak lain yang ingin merampas atau mengganggu ketenangan kerajaan dimana Ksatria itu bertempat tinggal, artinya seorang Ksatria siap mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan wilayah tersebut dan sekaligus siap membunuh siapapun juga yang ingin merampas Negara atau Kerajaan yang menjadi tempat tinggal Ksatria tersebut.

Seorang Ksatria, cenderung mencintai dan setia kepada Negara atau Kerajaan yang menjadi tempat tinggalnya dan seorang Ksatria selain mencintai dan setia kepada Kerajaan, seorang Ksatria harus siap mengorbankan nyawanya sewaktu-waktu (harus lebih mengutamakan kepentingan umum daripada mementingkan kepentingan pribadi) apabila negaranya mendapat gangguan dari pihak manapun, untuk itu seorang Ksatria pasti mempunyai mobilitas tinggi karena seorang ksatria siap ditempatkan dimana saja dalam wilayah Kerajaan yang menjadi tempat tinggalnya. Mengapa Ksatria ditempatkan ke tempat yang Kedua dan bukan yang pertama, sebab meskipun seorang Ksatria siap mengorbankan nyawanya untuk kepentingan Bangsa dan Negara, namun seorang Ksatria apabila ingin menang dalam pertempuran, maka ksatria tersebut harus mengalahkan lawannya atau paling tidak menyakiti hati musuhnya, bahkan membunuh atau melenyapkan musuhnya yang juga sama-sama disebut manusia, meskipun musuhnya tersebut ingin merampas wilayahnya, . . karena seorang Ksatria dalam tindakan klimak dalam perjalanan hidupnya harus membunuh musuhnya (yang juga sama-sama manusia) dengan tujuan mempertahankan dan membela Bangsa dan Negara, sangat tepat dan sangat pantas diklasifikasikan sebagai Kasta tingkatan yang kedua, karena tetap membunuh sesamanya, meskipun dengan dalih mempertahankan Bangsa dan Negara.

Ciri-ciri Ksatria : berwibawa, adil, bijaksana, Setia terhadap atasan, solidaritas tinggi dan berani membela kebenaran

3. Waisya, adalah para pedagang yang menjual barang hasil produksinya atau produksi orang lain yang dibutuhkan oleh siapapun juga dengan cara keliling dimana-mana atau menetap disuatu tempat untuk menjual barang dagangannya, seorang pedagang sangat bermanfaat bagi orang lain yang membutuhkan suatu kebutuhan untuk dirinya. Waisya ditempatkan di kasta yang ketiga disebabkan karena, hanyalah untuk mencari keuntungan bagi dirinya sendiri, meskipun dalam melakukan perdagangan bermanfaat bagi orang lain, namun tujuannya hanyalah semata-mata mencari keuntungan bagi dirinya sendiri dan bukan untuk kepentingan Bangsa dan Negara, sehingga sangat layak dan sangat pantas ditempatkan dalam tingkatan yang ketiga dalam klasifikasi Kasta

Ciri-ciri Waisya : Mobilitasnya tinggi, ramah dan murah senyum terhadap orang lain sekaligus pintar merayu calon pembeli, berwawasan luas dalam melihat kemungkinan-kemungkinan yang menguntungkan dirinya, cerdik dan selalu mencari kesempatan

4. Sudra, adalah seorang petani atau peladang, yang pekerjaannya monoton, yaitu memproduksi bahan baku, seperti menanam padi, menanam palawija lainnya untuk dikonsumsi oleh manusia. Apa yang dihasilkan oleh para petani jelas bermanfaat untuk yang lainnya, yaitu bermanfaat untuk golongan pedagang, golongan Ksatria dan golongan Brahmana. Sudra ditempatkan di kasta yang keempat, disebabkan karena kasta Sudra hanyalah memenuhi kebutuhan untuk mengkonsumsi saja dari hasil kerja yang dilakukan, meskipun apabila hasil produksinya melebihi kebutuhan yang dikonsumsi dirinya sendiri, bisa dijual dan bermanfaat bagi golongan kasta lainnya, namun karena tujuan hanyalah bekerja untuk memenuhi kebutuhan perut saja, maka sangat layak dan sangat pantas, apabila para petani yang sesuai dengan yang disampaikan diatas di klasifikasi sebagai kasta keempat atau kasta yang terakhir.

Ciri-ciri Sudra : mobilitas rendah, lugas bersahaja, kurang bercita-cita tinggi, tidak mau ada masalah dan sederhana

Selain empat kasta yang disebutkan diatas, ternyata ada beberapa golongan diluar klasifikasi 4 (empat) kasta yang sebagaimana disebutkan diatas.

Klasifikasi di luar 4 Kasta sebagaimana disebut diatas adalah sebagai berikut :

1. Paria, kasta Paria adalah orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan hidupnya senantiasa kekurangan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, oleh Mahatma Ghandi Golongan Paria disebut sebagai “Kaum Harijan” yaitu orang-orang yang dikasihi Wishnu

2. Candala (dalam pengertian saya, kaum candala bukan hanya golongan pencuri atau perampok saja, termasuk dalam pengertian saya, seorang candala adalah orang yang mengingkari keberadaan kastanya) yaitu orang – orang yang ingkar dari apa yang dimilikinya, sebagai misal, seorang Brahmana yang seharusnya kegiatan sehari-harinya menjauhi kehidupan dunia, malah sebaliknya dia mencari kenikmatan “Surga Dunia”, dengan hidup mewah dan hatinya tidak pernah berdoa kepada SANG PEMILIK SEGALANYA (namun secara kasat mata doanya, sekedar ditunjukkan kepada manusia atau orang lain), agar supaya oleh manusia lain, menilai dan menyebut dia sebagai orang yang beriman, ujung-ujungnya agar supaya dia diberi hadiah-hadiah yang bisa berbentuk barang atau berbentuk uang untuk dapat digunakan menikmati kehidupan duniawi semata, demikian pula seorang ksatria yang ingkar dari Ksatria annya, yang mana seorang Satria harus mementingkan kepentingan umum, malah lebih mementingkan kepentingan pribadi dan seharusnya seorang Ksatria itu mengayomi dan melindungi rakyatnya malah menindas atau memeras rakyatnya sendiri. dan seorang Ksatria seharusnya membela kebenaran malah membela kecurangan, seorang Ksatria seharusnya siap mati membela tanah airnya malah membela penjajah yang menjajah bangsanya. Demikian seorang Waisya, sebagai pedagang, seharusnya menjual barang apapun, harganya harus sesuai dengan mutu barang yang dijual, namun sebaliknya seorang Waisya yang candala adalah selalu memalsukan barang yang dijual, mencari keuntungan tanpa pertimbangan moral atau etika perdagangan, mengurangi mutu, mengurangi isi dan paling jelas adalah merugikan konsumen. Demikian pula seorang Sudra yang ingkar dari ke Sudra annya, adalah mereka yang melakukan perbuatan nista, tidak mau bekerja lagi bermalas-malasan, ingin memiliki yang bukan haknya dan lain sebagainya yang dilarang oleh agama.

STATUS QUA Sebagaimana telah dijelaskan diatas, bahwa yang melahirkan ide Kasta, adalah kekuatan yang sangat luar biasa untuk mengklasifikasi kedudukan seseorang berdasakan yang dilakukan oleh masing-masing manusia yang melakukan sesuatu perbuatan sesuai dengan kedudukan yang disandang oleh masing-masing pribadi yang melakukan perbuatan tersebut. Artinya sangat cocok dan sangat pantas, apabila seorang Brahmana (pemuka agama) mendapatkan kedudukan tertinggi dalam masyarakat, karena seorang Brahmana (pemuka agama) yang melakukan perbuatan secara lahir dan batin dengan segala ciri-ciri ke Brahmana annya, sangat pantas untuk mendapatkan predikat yang tertinggi dalam masyarakat karena dalam kehidupan sehari-harian nya senantiasa berdoa kepada SANG PEMILIK SEGALA NYA, agar supaya semua umat manusia (tanpa membedakan) senatiasa dilindungi, diayomi dan dipelihara SANG PEMILIK SEGALA NYA dari segala gangguan dan musibah serta dijauhkan dari malapetaka dan didekatkan dengan segala kebajikan, keindahan dan kebersamaan. Demikian juga klasifikasi Ksatria berjalan sesuai dengan ciri-ciri Ksatriaannya ditempatkan di kasta kedua, termasuk klasifikasi Waisya dan klasifikasi sudra mendapatkan klasifikasi di masyarakat sesuai dengan masing-masing ciri-ciri klasifikasi predikat Kasta yang disandangnya.

Permasalahannya adalah sementara orang-orang tertentu yang mempertahankan Kasta tanpa diikuti dengan mempertahankan ciri-ciri kasta yang disandangnya, itulah yang menjadi penyebab timbulnya Status Qua, karena orang-orang yang mempertahankan status qua dari kekastaan masing-masing seperti kasta Brahmana (pemuka agama) dan kasta Ksatria, kasta Waisya dan juga kasta sudra sudah tidak lagi berupaya untuk mempertahankan ciri-ciri atau sifat dari kasta yang disandangnya, tetapi tetap berupaya mempertahankan predikat atau kedudukan tetap dalam kekastaannya, seperti misalnya seorang Brahmana (pemuka agama) yang selain mengajarkan perihal kebajikan kepada umatnya juga mengajarkan perihal kebajikan kepada keluarganya khususnya kepada anak-anaknya dan apabila ada salah satu dari anak-anaknya ada yang tidak mampu melaksanakan apa yang menjadi ciri-ciri Brahmana, seperti menjauhkan diri dari kemewahan duniawi, penuh toleransi, mencintai umat manusia tanpa membedakan, bijaksana, berpembawaan tenang, malah berbuat sebaliknya hidup hedonis, tidak toleran, semena-mena dan kebalikan dari ciri-ciri seorang brahmana, tetap dipaksakan untuk menyandang predikat kekastaannya sebagai figur Brahmana (pemuka agama) tindakan atau sikap seperti inilah yang saya sebut status qua, termasuk juga mempertahankan atau memaksakan predikat dari kasta-kasta yang lain seperti Ksatria, Waisya dan sudra.

Permasalahan yang sebenarnya untuk saya sampaikan tentang Klasifikasi Kasta, adalah sikap mempertahankan kasta dalam arti Status Qua ternyata juga melanda pemuka-pemuka agama-agama lain yang pada awalnya menyamakan semua orang tanpa melihat perbedaan status, kekayaan yang dimiliki dan tidak membeda-bedakan dalam tingkatan kasta, namun dalam penerapan sehari-hari dari waktu kewaktu akhirnya sampai sekarang, sudah berbeda dari asal muasalnya, yang mana dahulu pada waktu muncul sebagai awal tidak membeda-bedakan status, namun sekarang sudah berubah malahan berusaha mempertahankan predikat status lebih dari yang lain untuk keturunanya yang jelas-jelas tidak mampu mempertahankan ciri-ciri (atau tingkah laku) penyandang predikat status lebih dari yang lain, artinya klasifikasi kasta yang ada di agama Hindu ternyata, baik langsung maupun tidak langsung diikuti oleh pemuka-pemuka agama lain (yaitu agama-agama yang pada awalnya menyampaikan adanya kebersamaan tanpa perbedaan bagi umatnya), dalam artian kulitnya bukan isinya, “karena mereka hanya mengikuti pola mempertahankan kasta (status quo) dan bukannya mengikuti tujuan daripada hakekat adanya pengklasifikasian kasta”

Khususnya kepada para umat Hindu . . saya tidak ada niat sedikitpun baik secara lahir maupun secara batin untuk merendahkan perihal asal muasal adanya klasifikasi Kasta . . malah saya sangat menghormati adanya asal muasal adanya klasifikasi Kasta, yang bagi saya merupakan hasil yang luar biasa, sehingga pengklasifikasian kasta, menurut pandangan saya bukan membeda-bedakan seseorang yang berkasta Sudra lebih jelek daripada kasta Waisya, Ksatria dan Brahmana, namun pengklasifikasian kasta merupakan “pengklasifikasian ukuran atau isi yang ada dari diri masing-masing, sehingga ukuran yang ada dalam diri masing-masing sesuai dengan predikat yang disandang dari diri masing-masing”, sehingga menurut saya tidak ada yang lebih jelek dan tiada yang lebih (kecuali para candala yang mengingkari predikat yang disandangnya). dan selanjutnya apabila apa yang saya sampaikan ini menyinggung perasaan dari sahabat-sahabat umat Hindu, sebelumnya saya mohon maaf sebesar-besarnya, sebab niat saya menyampaikan pengklasifikasian kasta hanyalah untuk memberikan umpan untuk mendapatkan komentar yang nantinya bisa saya jadikan sebagai bahan analisis saya, untuk mengkaji lebih dalam tentang Pengklasifikasian Kasta dan pengembangannya setelah adanya pengklasifikasian kasta.

Demikian pula kepada sahabat-sahabat dalam face book, saya tidak bermaksud membuat sensasi, namun saya berniat memberikan umpan dengan tujuan agar supaya mendapatkan komentar – komentar yang nantinya bisa saya jadikan sebagai bahan analisis saya, untuk mengkaji lebih dalam tentang klasifikasi kasta dan segala pengembangannya setelah adanya pengklasifikasian kasta dan tak lupa pula saya sampaikan maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kalimat atau tulisan saya baik langsung maupun tidak langsung kurang berkenan dihati sahabat-sahabat saya dalam face book ini.

Surabaya, 29 Maret 2010
Hormat saya

Slamet Julianto (cak Bagong)

01
Mar
10

“PESAN UNTUK CALON-CALON KEPALA DAERAH KOTA SURABAYA”

PESAN UNTUK CALON KEPALA DAERAH

Saya hanya warga yang tidak ada artinya karena saya bukan siapa-siapa dan tidak punya apa-apa, saya tidak malu untuk menyampaikan apa adanya karena itu memang kenyataannya, nama saya sebut saja Joko Ngumboro, karena saya senang mengembara dalam pikiran saya dengan tujuan membebaskan diri dari beban duniawi yang bersifat sementara, bukan munafik, . .  saya mengakui bahwa manusia membutuhkan sesuatu untuk melangsungkan kehidupannya, . . namun saya yakin seyakinnya, bahwa apa yang diterima dari masing-masing diri kita,  merupakan takaran yang sudah diberikan kepada NYA termasuk kepada diri saya, namun bukan berarti saya diam dan menerima apa adanya . . tidak . . karena saya belum tahu takaran atau bagian yang telah diberikan kepada saya,  maka saya terus bergerak untuk mengikuti takdir yang sudah diberikan.

Adapun langkah yang saya lakukan untuk sekarang ini adalah,  memberikan pesan untuk calon-calon kepala daerah yang akan mencalonkan dirinya menjadi pemimpin di daerahnya masing-masing pada umumnya dan untuk calon kepala daerah Kota Surabaya pada khususnya, adapun pesan ini saya lewatkan melalui Blog Slamet Julianto yang ada di domain blog : “slametjulianto, wordpress, com” dan pesan saya ini akan saya jabarkan sebagaimana dibawah ini :

Di kota Surabaya, kehidupan warganya, khususnya yang akan saya bahas adalah kehidupan rakyat kecil yang dalam klasifikasi rakyat miskin saya bagi menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu

1. kelompok pertama, terdiri dari pengangguran termasuk diantaranya adalah orang – orang jompo dan orang cacat,

2. Kelompok kedua, terdiri dari buruh – buruh tani, buruh pabrik termasuk buruh atau pekerja toko – toko kecil dan

3. Kelompok ketiga, terdiri dari pedagang kecil termasuk PKL dan petani pemilik sawah sempit,

Ketiga kelompok ini, dalam saat kondisi sekarang banyak yang menjerit karena keadaan perekonomian di Indonesia masih dalam kondisi yang sulit.dan penataan yang dilakukan pemerintah masih belum menuntaskan pengentasan kemiskinan dalam arti sebenarnya yang sesuai dengan amanat UUD 45, . . .bahwa mereka orang-orang cacat dan telantar dipelihara Negara . . dan baru sekarang sudah di Undang kan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 11 tahun 2009 tentang “Kesejahteraan sosial”.

Bahwa dari ketiga kelompok itu saya bagi lagi menjadi dua yaitu kelompok pertama dan kelompok kedua yang saya ibaratkan ORANG SAKIT PARAH (bahasa jawanya menjadi Kembang bayang) tidak bisa bergerak, sedangkan kelompok kedua adalah ORANG YANG TIDAK SEHAT.

Bahwa orang yang saya ibaratkan  sakit parah di Indonesia pada umumnya dan di Surabaya pada khususnya, seharusnya mendapat perhatian  khusus dari Walikota Surabaya, namun pada kenyataannya mereka-mereka yang hidupnya masih dibawah kemiskinan selama ini kurang diperhatikan oleh Walikota Surabaya selama jaman Pemerintahan rezim orde baru sampai sekarang, apabila diperhatikan,  hanyalah sekedar untuk sesaat saja, karena rakyat kecil hanya dibutuhkan pada saat menjelang Pemilihan umum atau pemilihan Walikota di Surabaya saja.

Untuk itu pesan saya,  siapapun juga yang nantinya menjadi Walikota di Surabaya, khusus untuk warga kota Surabaya, yaitu orang usia lanjut atau lansia miskin, orang dan anak cacat yang miskin serta para pengangguran yang miskin,  seharusnya diberikan bantuan dalam bentuk tunai oleh Walikota Surabaya mendatang seperti dalam bentuk BLT., karena menurut pandangan saya,  mereka saya ibaratkan orang yang sakit parah, dalam bahasa Jawa artinya “Ora kuat glawat” atau tidak bisa bergerak, sehingga perlu diberi umpan yaitu bantuan langsung tunai, namun bantuan tersebut harus betul-betul akurat dan benar-benar orang yang membutuhkan seperti yang saya sebut diatas, yaitu kelompok pertama, yaitu orang-orang jompo yaitu orang-orang lanjut usia, yang usianya diatas 65 tahun, orang atau anak cacat dan pengangguran.
Orang-orang lanjut usia, orang atau anak cacat dan pengangguran memang sangat layak untuk diberi bantuan khusus yang saya ibaratkan berupa umpan, karena mereka dalam kondisi ekonomi adalah orang-orang yang benar-benar hidupnya dibawah garis kemiskinan sehingga saya ibaratkan kesehatannya seperti orang yang sakit parah, dan selain dibantu memberikan bantuan langsung tunai, mereka juga harus diberi ketrampilan khusus, sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing, sehingga mereka tetap bisa melakukan improvisasi dan mengekpresikan dirinya, dan mereka tidak merasa tersisihkan dari masyarakat.

Adapun untuk mengangkat dan mengentaskan kelompok kedua yang terdiri dari Buruh Pabrik, buruh toko atau buruh tani yang tidak mungkin akan mendapatkan tambahan penghasilan besar dari tempat mereka bekerja, sebab perusahaan-perusahaan mereka bekerja sudah tidak bisa menaikkan upah mereka lebih besar lagi yang mungkin disebabkan karena perusahaan tempat mereka bekerja, kemampuan membayar upah sudah maksimal, atau mungkin disebabkan karena perusahaan tempat mereka bekerja ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya dan karena tidak mungkin mengharapkan pihak perusahaan mengangkat harkat dan martabat dari kaum buruh, baik buruh pabrik, buruh toko atau buruh tani, maka Pemerintah (khususnya pemerintah Kota Surabaya yang akan datang siapapun yang menjadi Walikota Surabaya) harus mempunyai kepedulian yang besar terhadap nasib mereka yang kurang beruntung tersebut.

Adapun caranya adalah melatih mereka (bukan sekedar euforia seperti yang terjadi sekarang, seperti adanya pelatihan jahit menjahit, membuat sepatu dan lain sebagainya, namun bukan mencari jalan keluar, yaitu penuntasan, misalnya setelah dilatih seharusnya diberi tempat, sarana dan juga modal untuk untuk menindak lanjuti, namun tetap lebih baik adanya pelatihan daripada tidak ada pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan), setelah dilatih menjadi ahli dan benar-benar trampil, maka mereka yang sudah dilatih tersebut diberi kesempatan (tanpa meninggalkan pekerjaan mereka sebagai buruh pabrik atau buruh toko atau buruh tani, sebab apabila mereka langsung tancap gas dan berubah haluan, ditakutkan mereka akan kehilangan penghasilan yang cukup besar bagi mereka) untuk menjadi pengusaha dengan jalan diberi tempat usaha secara bersama-sama, diberi sarana dan prasana sesuai dengan keahlian yang sudah diberikan sekaligus diberi pinjaman modal lunak jangka panjang.
Kebijakan untuk kelompok ketiga, yaitu kelompok pengusaha kecil termasuk PKL dan petani pemilik tanah sempit, bahwasanya penanganan kelompok ketiga yang saya ibaratkan sebagai orang yang tidak sehat, tentu saja penangannya tidak sama dengan kebijakan menangani orang2 yang saya ibaratkan sakit parah, sebab kebijakan menangani orang2 yang tidak sehat harus lebih mengedepankan memberikan kail karena mereka yang saya ibaratkan tidak sehat dalam perumpamaan saya masih bisa berjalan sendiri untuk mengambil makan. minum ataupun mandi, sehingga mereka harus diberi kail.

Adapun pemberian kail kepada mereka yang tidak sehat harus sama dengan pemberian kail yang diberikan pemerintah kepada pengusaha2 besar seperti para konglemerat yang uangnya sudah ratusan milyar sampai trilyunan bahkan puluhan trilyun, apabila membutuhkan pinjaman akan begitu mudahnya mendapatkan kucuran uang trilyunan dengan bunga yang rendah dan masa pengembalian sampai puluhan tahun, tapi rakyat kecil sejak Indonesia merdeka sampai masa sekarang masih diberlakukan tidak sama seperti perlakuan pemerintah terhadap pengusaha2 besar, dimana perlakukan pemerintah dalam memberikan fasilitas pinjaman kepada rakyat kecil masih terkesan euforia dan sekedar formalitas saja contohnya mereka diberi pinjaman entah dari BKM atau Koperasi nilaonya antara Rp. 500.000,- (lima ratus ribu Rupiah) sampai Rp.2.000.000,- (dua juta Rupiah) yang masa punjamnya hanya satu tahun saja, padahal dalam pengamatan saya melihat mereka2 keluarga2 yang tidak mampu rata – rata mempunyai tanggungan hutang sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta Rupiah) sampai Rp. 5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan apabila hanya diberi pinjaman maksimum dua juta Rupiah dengan jangka waktu yang pendek otomatis sama dengan gali lubang tutup lubang, malah kehidupan mereka bertambah lama akan bertambah miskin.

Bahwa untuk mengangkat harkat rakyat kecil, khususnya pengusaha kecil termasuk diantaranya adalah PKL., adalah dengan cara memberikan mereka lahan yang strategis untuk berusaha, misalnya Walikota kota Surabaya yang akan datang, harus berani membuat Pilot Project baru, dengan cara membeli lahan strategis di pinggir jalan di kota Surabaya seluas 35.000 meter persegi dengan harga @ Rp. 3.000.000,-(tiga juta Rupiah) per meter.
Dengan membeli tanah seluas 35.000 meter persegi, maka anggaran total yang dibutuhkan adalah sebesar = 35.000 X Rp. 3.000.000,- = Rp.105.000.000.000,-(seratus lima milyar Rupiah). dari lahan yang dibeli tersebut di petak2 menjadi 4000 petak dengan ukuran = 3 X 2 meter = 6 meter persegi, berarti untuk membuat petak-petak sebanyak 4000 petak tersebut yang @ 6 (enam) meter persegi per petak, maka dibutuhkan lahan seluas = 4000 X 6 meter = 24.000 meter persegi (sisanya masih 11.000 meter persegi, untuk jalan, tempat ibadah dan kantor PKL serta area parkir)
Selanjutnya apabila dari 4000 (empat ribu) petak tersebut dibuka siang dan malam berarti 1 petak diperuntukkan dua orang, sehingga 4000 petak bisa ditempati oleh 8.000 orang siang dan malam, sehingga PKL tidak bisa mengklaim bahwa petak tersebut adalah miliknya.

selanjutnya apabila setiap dari setiap orang PKL dikenakan restribusi atau iuran tiap hari, sebesar Rp. 2.000,-per hari, maka dalam setiap harinya pemerintah Kota Surabaya bisa memungut iuran dari 8000 PKL sebesar Rp.8000 X Rp.2.000,- = Rp.16.000.000,-(enam belas juta Rupiah), belum lagi yang dihasilkan dari parkir atau dari WC atau kamar mandi (apabila Pemerintah kota Surabaya juga membuat WC umum disitu)
Bahwa apabila Pemerintah Kota Surabaya yang akan datang dengan mempunyai niat yang sungguh-sungguh mengangkat harkat rakyat kecil agar terentas dari kemiskinan, maka setelah diberikan tempat atau tempat untuk PKL dan selanjutnya PKL yang sudah didata tersebut, juga diberi pinjaman lunak sebesar Rp.10.000.000,-(sepuluh juta Rupiah) jadi total pinjaman untuk 8000 PKL berjumlah sebesar = 8000 X Rp.10.000.000,- =Rp.80.000.000.000,-(delapan puluh milyar) adapun bunga dari pinjaman tersebut harus lunak sebesar 5 % pertahun dan jangka waktu pinjaman selama 40 tahun dan total pinjaman dan bunga 5 % pertahun selama 40 tahun uang tersebut menjadi Rp.30.000.000,-(tiga puluh juta Rupiah) dan apabila diangsur selama 480 bulan, maka setiap bulan PKL mengangsur sebesar = Rp.30.000.000,- : 480 = Rp. 62.500,- (enam puluh dua ribu lima ratus Rupiah).

Bahwa pemerintah kota Surabaya yang akan datang, selain mendapatkan iuran dari 8000 PKL total sebesar Rp.16.000.000 perhari, maka apabila dihitung sampai jangka waktu 40 tahun sampai pelunasan angsuran pemerintah juga mendapatkan iuran dari 8000 PKL selama 40 tahun ( 14.400 hari) = 14.400 X Rp.16.000.000,- = Rp. 230.400.000.000,- (dua ratus tiga puluh milyar empat ratus juta Rupiah), Pemerintah juga tetap memiliki lahan strategis dikota besar seluas 35.000 meter persegi (karena Pemerintah kota Surabaya membeli lahan tersebut dilakukan dengan mengeluarkan APBD untuk membelinya atau berasal dari pinjaman jangka lunak dari pihak Bank, maka tanah tersebut selamanya adalah milik Pemerintah Kota Surabaya) dalam jangka waktu 40 tahun mendatang nilai jualnya bisa puluhan kali lipat dari nilai jual empat puluh tahun yang lalu.
Selain keuntungan yang disebutkan diatas ada keuntungan yang sangat tinggi nilainya yaitu mengangkat harkat rakyat kecil menjadi pengusaha, dimana dengan membantu sebanyak 8000 keluarga PKL yang apabila setiap PKL mempunyai dua orang anak dan seorang istri, maka pilot project yang dimulai dengan 8000 PKL dimodali dana sebesar Rp. 185.000.000.000,- (seratus delapan puluh lima milyar Rupiah) secara langsung maupun tidak langsung mengangkat harkat kehidupan 8000 keluarga PKL berarti apabila seluruh keluarga PKL mempunyai  istri satu dan anaknya dua,  maka pemerintah kota Surabaya mendatang sama dengan mengangkat kehidupan sebanyak = 4 X 8000 = 32.000 jiw di Kota Surabaya.

Apabila pembeayaan membangun lokasi untuk PKL tersebut dibandingkan dengan pembeayaan mendirikan bangunan mall besar di Surabaya yang nilainya 1 (satu) Mall besar, minimum sebesar Rp.300.000.000.000,- (tiga ratus milyar) sampai Rp. 600.000.000.000,- (enam ratus milyar Rupiah) maka cost membuat Pilot Project untuk mengangkat harkat 32.000 jiwa keluarga PKL yang berhubungan lansung itu, nilainya jauh lebih murah membuat lokasi untuk PKL daripada mendirikan satu bangunan Mall di Surabaya, belum lagi dampak positif hubungan tidak langsung dengan 8000 PKL tadi hasilnya akan jauh lebih baik dan berdampok positif dalam melakukan pemberantasan kemiskinan.

Demikian pesan ini saya kirimkan kepada yang terhormat calon-calon kepala daerah khususnya calon-calon Kepala Daerah kota Surabaya dengan tujuan agar supaya program pengentasan kemiskinan di Indonesia pada umumnya dan di Kota Surabaya pada khususnya bisa berjalan lancar dan harapan saya semoga masukan – masukan saya ini bisa bermanfaat bagi Kepentingan Bangsa dan Negara serta bermanfaat bagi Kepentingan Rakyat Indonesia khususnya rakyat kecil di Kota Surabaya yang hidupnya masih banyak dibawah garis kemiskinan dan tak lupa pula saya sampaikan terima kasih atas perhatian calon-calon Kepala Daerah, khususnya calon-calon kepala daerah di Kota Surabaya
Surabaya, 2 Maret 2010
Hormat Saya

Joko Ngumboro

01
Mar
10

“Artikel tertunda”

mohon maaf karena ada kendala tehnik, maka artikel ke dua saya tunda sampai hari Sabtu tanggal 6 Maret 2010 . . sekali lagi mohon maaf

Surabaya, 1 Maret 2010
Hormat Saya

Slamet Julianto (cak Bagong)

27
Feb
10

“Cinta Mengalahkan Segalanya”

“CINTA”

%%%%%%
Cinta Kekuasaan

Apabila seseorang jatuh cinta dan sangat mencintai kekuasaan
Maka jadilah dia seorang tiran
Yang akan menggunakan segala cara tanpa melihat halal dan haram
Hanya satu tujuannya mempertahankan kekuasaan dan kedudukan
Tidak peduli menghantam . . memfitnah tetap akan dilakukan
Yang penting bisa mendapatkan kekuasaan dan jabatan
Walaupun yang jadi korban adalah orang jujur dan Negarawan

$$$$$
Cinta Harta

Apabila seseorang jatuh cinta dan sangat mencintai Harta
Maka jadilah dia seorang yang gila harta dan mata duitan
Yang akan menggunakan segala cara tanpa melihat halal dan haram
Hanya satu tujuannya menambah uang dan harta benda
Tak peduli menyembah setan atau berhala tetap dijalankannya
Yang penting bisa menumpuk uang sebanyak-banyaknya
Walaupun sahabat, teman dekat akan jadi korbannya

!!!!!
Cinta kepada pasangannya

Apabila seseorang jatuh cinta dan sangat mencintai pasangannya
Maka jadilah dia orang yang mabuk cinta
Yang siang malam tak ada sela . . selalu gandrung kepadanya
Hanya satu tujuan . . ingin selalu dekat dengan si dia
Tak peduli harus ke dukun atau cenayang akan didatanginya
Yang penting bisa bisa mendapatkan orang yang dicintainya
Walaupun istri, suami, tetangga dan sahabat menjadi korbannya

*****
Cinta kepada TUHAN

Apabila seseorang jatuh cinta dan sangat mencintai TUHAN nya
Maka jadilah dia orang yang beriman dan bertakwa
Yang siang malam . . segala Puji selalu ada dalam batinnya
Hanya satu tujuan . . . mohon ampun atas segala dosa
Tak peduli susah dan senang, pujian selalu dipanjatkannya
Yang penting bisa mendapatkan keindahan setelah menyebut ASMA nya
Walaupun waktu, harta dan dan kekuasaan harus dikorbankan

Surabaya, 28 Pebruari 2010
Hormat saya
Slamet Julianto (cak bagong)

27
Feb
10

“Andaikan”

Andaikan semua golongan, ras, agama, suku, partai, Rakyat,

Pemerintah dan oposisi (baik oposisi tersamar maupun oposisi terang benderang)

tidak ejek dan saling menjatuhkan martabat diantara mereka . . .

andaikan semua golongan, ras, agama, suku, partai, Rakyat,

Pemerintah dan Oposisi (baik oposisi yang tersamar maupun oposisi yang terang benderang)

tidak ingin memiliki yang bukan haknya . . .

andaikan semua golongan, ras, Agama, suku, partai, Rakyat,

Pmerintah dan Oposisi (baik oposisi yang tersamar maupun oposisi yang terang benderang)

ada kejujuran dan keterbukaan diantara mereka . . .

andaikan semua golongan, ras, Agama, suku, partai, rakyat,

Pemerintah dan Oposisi (baik oposisi yang tersamar maupun oposisi yang terang benderang)

saling mencintai dan menyayangi . . .

andaikata semua golongan, ras, agama, suku, partai, Rakyat,

Pemerintah dan Oposisi (baik oposisi yang tersamar maupun oposisi yang terang benderang)

bertekad bulat untuk membangun Bangsa dan Negara,

maka tercapailah cita-cita menuju masyarakat Indonesia yang adil makmur dan merata.

namun apakah andaikan – andaikan yang kuimpikan dan kudambakan akan menjadi kenyataan . .

. karena aku bukan siapa-siapa dan sekaligus juga tak punya apa-apa . .

yang aku punya hanya berdoa KEPADANYA SI PEMILIK SEGALA-GALANYA

semoga Impian dan dambaan bisa terwujud dan menjadi Kenyataan . . .

AMIEN-AMIEN YA ROBBAL ALAMIEN

Surabaya, 28 Pebruari 2010
Hormat saya

Slamet Julianto (cak Bagong)

27
Feb
10

“Pergolakan Politik di Indonesia yang tak Pernah Berhenti”

Tulisan ini terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu :

1. Bagian pertama Pendahuluan
2. Bagian kedua Pergolakan tiga kelompok
3. Bagian ketiga puncak pergolakan

Pada hari Sabtu tanggal 27 Pebruari 2010, saya menulis bagian pertama dan bagian kedua saya tulis pada Selasa tanggal 2 Maret 2010 dan bagian ketiga atau bagian terakhir akan saya tulis pada hari Sabtu tanggal 6 Maret 2010

Pendahuluan :

Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang terus terjadi pergolakan politik yang tak pernah berhenti, pergolakan politik yang tak pernah selesai, terjadi mulai jaman Pemerintahan Sukarno, Suharto, Habibie, Gus Dur, Megawati dan sampai saat ini di jaman pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.

Di jaman Pemerintahan Sukarno, Pembangunan Karakter manusia Indonesia yang mempunyai jiwa Nasionalisme yang tinggi, lebih diutamakan dengan tujuan agar supaya, rakyat Indonesia mecintai Bangsanya, dengan modal Nasionalisme yang tinggi diharapkan nantinya bisa membangun Bangsa menjadi bangsa yang besar dan bisa sejajar dengan Negara-negara maju.

Apa yang dilakukan Sukarno dalam membangun Bangsa dengan mendahulukan pembangunan Jiwa dari rakyatnya sangat direspon dan diterima oleh sebagian besar rakyat Indonesia, namun selain sebagian besar rakyat yang menerima kebijakan Sukarno, ternyata ada sebagian kelompok yang tidak bisa menerima kebijakan politik Sukarno, namun karena kondisi dan kekuatan rakyat mendukung Sukarno, mereka tidak berani berkutik, dan mereka yang kurang sepakat dan tidak bisa menerima kebijakan Sukarno, menunggu situasi dan kondisi yang tepat untuk menjatuhkan Sukarno, puncaknya terjadi peristiwa G 30 S PKI, dalam kondisi seperti itulah, dimanfaatkan oleh Suharto untuk mengambil alih kekuasaan dengan alasan telah mendapatkan mandat Super Semar dari Sukarno yang menjadi Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan di Indonesia pada waktu itu.

Setelah Suharto mengambil alih kekuasaan berdasarkan Surat Mandat Super Semar dari Sukarno, maka berkuasalah Suharto selama kurang lebih 32 (tiga puluh dua) tahun, selama berkuasa 32 tahun kekuasaan Suharto sudah mengakar sampai bawah, semua yang menurut dan mengikuti kebijakannya mendapatkan hak-hak yang lebih dari yang lain, sehingga pengikut-pengikut Suharto dalam kurun waktu selama 32 tahun bisa membangun hegemoni ekonomi dan hegemoni kekuasaan yang sangat besar (bahkan sampai sekarang masih sangat dirasakan dimana-mana) di hampir semua aspek kehidupan dan di hampir semua kelompok baik kelompok formal maupun kelompok informal tak luput dari pengaruh Suharto.

Begitu kuatnya pengaruh Suharto pada waktu itu telah menyebabkan kelompok – kelompok lainnya yang tidak seide, harus rela disingkirkan oleh orang-orang Suharto pada waktu itu misalnya, kelompok Petisi 50 yang dimotori oleh Ali Sadikin Almarhum, merupakan contoh kelompok yang disingkirkan atau di marjinalkan karena dianggap berseberangan dengan pandangan Suharto, sehingga kelompok Petisi 50, terkesan diasingkan oleh masyarakat (meskipun hakekatnya masih banyak kelompok masyarakat yang menaruh hormat kepada kelompok petisi 50, namun tidak berani terang-terangan).

Setelah adanya kelompok petisi 50 untuk tampil beda pada waktu pemerintahan Suharto, bertahun-tahun kemudian bahkan belasan tahun kemudian muncul kelompok-kelompok lain, yaitu kelompok-kelompok akedimsi, kelompok budayawan dan kelompok profesional maupun kelompok mahasiswa, diantaranya seperti “Sri Bintang Pamungkas”, “Gus Dur” atau “Emha Ainun Najib” dan juga “Rahmawati Sukarnoputri” serta Buyung Nasution dan lain-lainnya muncul sebagai figur perorangan, namun yang paling keras dan radikal adalah “Sri Bintang Pamungkas” dan “Rahmawati Sukarno Putri”.

Figur-figur perorangan tersebut yang tampil beda tersebut mempunyai kendaraan tapi bukan partai, namun sarana tertentu yang bisa budaya-religius seperti milik Emha Ainun Najib, yaitu “Pengajian Padang Mbulan” yang tersohor pada waktu itu, sarana Sosio-politik-budaya seperti yang dipelopori Gus Dur dan sahabat-sahabatnya dengan “Fordem” nya, sarana Pendidikan yang dikembangkan Rahmawati Sukarnoputri melalui “Yayasan Bung karno” dengan membangun Universitas Bung Karno dan lain sebagainya.

Dengan sudah munculnya tokoh – tokoh yang berani tampil beda pada waktu itu, telah mendorong kalangan lebih muda, khususnya dikalangan Mahasiswa telah lebih berani menyoroti kebijakan – kebijakan Suharto yang pada waktu itu kurang memihak ke rakyat kecil, semakin banyaknya dukungan terhadap mereka yang tampil beda, telah mengakibatkan rezim Suharto fan kelompoknya melakukan tekanan-tekanan terhadap mereka yang berani tampil beda dan tidak patuh kepada kebijakan Suharto pada waktu itu, seperti adanya pergantian pimpinan di Partai Demokrasi Indonesia pada saat Kongres Luar Biasa di Asrama Haji Sukolilo pada tahun 1992, dimana secara De Facto Megawati Sukarno Putri telah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia dalam Kongres Luar Biasa tersebut, namun kemungkinan karena kurang dikehendaki oleh Suharto . . dan tidak tahu caranya, tahu-tahu Suryadilah yang menjadi Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia pada waktu itu dan Suryadi lah yang diakui oleh Pemerintahan Suharto.

Pengakuan Pemerintah yang tidak adil itulah pada waktu itu memicu munculnya perlawanan-perlawanan baru dari kelompok mahasiswa idealis radikal dan kelompok-kelompok mahasiswa idealis radikal tersebut membentuk organisasi yang bernama “SMID” Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi yang selanjutnya mengkristal menjadi organisasi Politik bernama “Partai Rakyat Demokrasi” (PRD) dengan melahirkan tokoh-tokohnya seperti “Yenny Damayanti”, “Herman” Budiman Sujatmiko, Dita, Tukul dan lain sebagainya.

Anak-anak muda idealis radikal tersebut sangat diawasi dengan ketat oleh rezim pada waktu itu, dengan munculnya anak-anak muda tersebut ditambah dengan tokoh kritis yang vokal yang mengingatkan Pemerintah, agar supaya tidak ikut campur tangan dalam mengurusi masalah internal Partai Demokrasi Indonesia pada waktu itu.

Apa yang disampaikan oleh anak-anak muda idealis radikal dan tokoh-tokoh nasional yang kritis pada waktu itu, ternyata tidak digubris oleh Rezim pada waktu itu, sehingga membuat mereka semakin mendukung gerakan perlawanan yang dilakukan oleh Kader-kader, Simpatisan Partai demokrasi Indonesia terhadap Pemerintah yang tidak mengakui Megawati Sukarno Putri sebagai Ketua Umumnya.

Gerakan perlawanan tersebut lama-kelamaan menggumpal menjadi kekuatan yang semakin lama semakin membesar di Kota besar seperti di Jalan di Jakarta bermarkas di Jalan Diponegoro dan gerakan perlawanan di Surabaya bermarkas di Jalan Pandegiling.

Khusus di Jalan Diponegoro setiap hari mulai dari anak-anak muda yang idealis sampai tokoh Nasional yang vokal, melakukan orasi mengkritisi pemerintahan rezim Suharto, yang sudah tidak hanya mengkritik masalah pemerintah ikut campur masalah internal Partai demokrasi Indonesia, tapi sudah berkembang mengkritik kebijakan Pemerintah yang dianggap lebih berpihak kepada pengusaha-pengusaha raksasa yaitu para konglomerat dengan memberikan fasilitas yang luar biasa untuk mereka seperti memonopoli Hak Penguasaan Hutan (HPH) dan kebijakan tersebut tidak berpihak kepada mayoritas rakyat Indonesia yang masih hidup dalam kemiskinan.

Dengan tampilnya anak-anak muda idealis radikal serta tokoh nasional yang kritis di Jalan Diponegoro maupun di Pandegiling, telah menjadi magnit bagi masyarakat untuk setiap hari datang ke mimbar bebas di Jalan Diponegoro (Jakarta) maupun di Jalan Pandegiling (Surabaya), dengan semakin banyaknya masyarakat yang hadir, maka lama-kelamaan daerah tersebut tidak hanya dikenal oleh daerah sekitar itu saja namun juga dikenal di seluruh kota Jakarta maupun di Surabaya, bahkan sudah dikenal oleh hampir seluruh pelosok Pulau Jawa.

Tampilnya banyak tokoh dari multi golongan yang bersimpatik pada waktu itu telah membuat rezim pada waktu itu agak miris dengan kekuatan perlawanan tersebut, karena kekuatan Nasionalis pada waktu itu juga didukung oleh kelompok Agama seperti Gus Dur (KH. Adurrachman Wahid almarhum), bahkan konon Gus Dur akan hadir memberikan orasi pada hari Minggu tanggal 27 Juli 1996, namun sebelum Gus Dur melakukan orasi pada hari Minggu tanggal 28 Juli 1996, satu hari sebelumnya pada hari Sabtu tanggal 27 Juli 1996, Jalan Diponegoro sebagai pusat perlawanan di bumi hanguskan oleh sekelompok orang dan peristiwa itu lebih dikenal dengan sebutan Peristiwa Kuda Tuli.

Setelah terjadinya peristiwa Kuda Tuli, perlawanan masyarakat khususnya mahasiswa terhadap rezim yang ada semakin menjadi-jadi, baik di Jakarta maupun di Surabaya telah terjadi demonstrasi besar-besaran bahkan dsudah menyebar di kota – kota lainnya, Solo, Semarang, Bandung dan lain sebagainya dan akhirnya meletus peristiwa Tri Sakti, yaitu peristiwa gugurnya beberapa mahasiswa tertembak oleh penembak gelap.

Gugurnya beberapa mahasiswa yang ikut demonstrasi yang menentang rezim pada waktu itu ibarat api disiram bensin telah memicu perlawanan rakyat, tidak hanya mahasiswa dan tokoh-tokoh nasional yang kritis dan vokal, tetapi juga memicu masyarakat yang dahulu skeptis dan apatis melihat keadaan yang ada menjadi terpanggil untuk menentang Rezim yang dianggap tidak mempunyai kepedulian ke rakyat kecil dan puncaknya terjadilah pelengseran Suharto pada tahun 1998, setelah mahasiswa yang benar-benar Idealis dan mencintai Negara mengepung gedung DPR dan Harmoko sebagai Ketua DPR melengserkan Suharto sebagai Presiden RI. Dan digantikan oleh Habibie yang sebelumnya Wakil Presiden menjadi Presiden RI.

Bahwa proses perlawanan masyarakat terhadap rezim Suharto pada waktu itu terbagi menjadi tiga kelompok, kelompok pertama yaitu Idealis radikal dan kelompok yang kedua adalah kelompok yang Idealis Moderat dan yang terakhir adalah Kelompok oportunis,

1. Kelompok Idealis Radikal yaitu kelompok yang menginginkan adanya suatu perubahan total tatanan pemerintahan dengan segala perangkat-perangkatnya yang harus diganti dan diisi oleh orang-orang baru, sebab kelompok Idealis radikal ini sama sekali tidak percaya kepada sistem demokrasi di Indonesia selama ini yang dianggap sudah menyeleweng dari kebenaran termasuk juga sama sekali tidak percaya terhadap para birokrat, baik birokrat yang tingkat bawah sampai birokrat tingkat atas, sebab kelompok Idealis Radikal ini menganggap bahwa kalangan birokrat yang ada selama ini lah yang memperkuat rezim Suharto, sehingga menurut kelompok Idealis radikal ini bahwa Birokrasi harus dibersihkan dari orang-orang lama dan diganti oleh orang baru sama sekali, maka kelompok Idealis radikal ini sangat menghendaki adanya Revolusi sosial, sebab menurut faham kelompok idealis radikal tanpa adanya revolusi, perubahan tidak akan berjalan seperti yang dikehendaki, golongan Kelompok Idealis Radikal ini sebagian besar terdiri dari mahasiswa, ditambah dengan kelompok intelektual muda, kelompok Idealis Radikal ini sampai saat ini belum ada yang masuk ke lembaga Pemerintahan (pusat maupun daerah), baik di lembaga Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif

2. Kelompok Idealis Moderat., yaitu kelompok yang menginginkan adanya perubahan tatanan Pemerintahan, namun tidak harus seluruh perangkat-perangkatnya dirubah total dan tidak harus seluruh perangkat birokrasi diisi semua oleh orang-orang baru, pandangan dan sikap kelompok Idealis Moderat ini, adalah melakukan pembenahan yang sungguh-sungguh lahir dan batin kearah perbaikan menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa tapi tidak harus melakukan Revolusi tapi cukup dengan melakukan Reformasi atau perbaikan – perbaikan yang berhubungan dengan adanya reformasi birokrasi, seperti misalnya perubahan sistem pemerintahan yang dahulu, pusat Pemerintahan termasuk di daerah seluruh wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia hanya dalam satu Komando yaitu Presiden saja atau terpusat (Sentralisasi) sebagai pusat pemerintahan, namun sekarang Presiden dan Pemerintah Pusat bukan lagi merupakan satu-satunya pengendali Pemerintahan di Daerah, namun daerah melalui Kepala Daerah juga bisa mempunyai kewenangan atau otonomi untuk mengatur daerah nya sendiri.

Selain itu agar supaya para Birokrat tidak bisa mengambil Keputusan yang menyimpang seperti jaman rezim terdahulu, maka kelompok idealis moderat ini membuat Undang-Undang yang mengatur bahwa jabatan Birokrat di daerah paling tinggi adalah Sekretaris Kota apabila di tingkat Kota atau Sekretaris Kabupaten apabila di Tingkat Kabupaten, dan apabila di tingkat daerah Propinsi paling tinggi jabatannya adalah Sekretaris Daerah, dengan membatasi Birokrat dari reaim yang terdahulu, maka diharapkan para birokrat tersebut yang paling tinggi kedudukannya sekalipun, tetap saja tidak bisa mengambil keputusan, sebab Pengambil Keputusan tertinggi adalah Kepala Daerah, sedangkan Kepala Daerah tidak diambilkan dari para Birokrat tersebut tapi diambilkan dari luar kalangan birokrat, yaitu melalui Partai dengan harapan agar Kepala daerah terpilih yang berasal dari kelompok diluar birokrat diharapkan bisa menghilangkan pola dan kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan oleh Birokrat di jaman rezim terdahulu.

Kelompok Idealis Moderat ini percaya, bahwa apabila terjadi Revolusi, maka akan banyak memakan korban mereka – mereka yang tidak berdosa, sehingga kelompok Idealis Moderat ini berusaha semaksimal mungkin jangan sampai terjadi revolusi yang bisa memakan korban rakyatnya sendiri yang tidak bersalah dan kelompok Idealis moderat ini percaya, bahwa Reformasi adalah jalan terbaik untuk melakukan perubahan yang lebih baik untuk Bangsa dan Negara Indonesia. Kelompok Idealis Moderat ini sebagian besar adalah kaum intelektual di kampus, sebagian di kelompok profesional dan sebagian ada di lembaga swadaya masyarakat

3. Kelompok Oportunis., yaitu kelompok yang selalu mencari keuntungan untuk dirinya sendiri dalam kondisi apapun, kelompok oportunis ini sangat tidak menginginkan adanya perubahan birokrasi atau reformasi birokrasi, namun kelompok oportunis ini sangat lantang menyampaikan perubahan menjelang jatuhnya Rezim Suharto, sebab mereka tahu bahwa Rezim Suharto sudah akan jatuh, maka mereka menyampaikan perubahan sebab mereka takut terkena imbas akibat kejatuhan rezim Suharto karena kelompok oportunis ini sadar bahwa sebenarnya mereka adalah bagian rezim Suharto dan mereka sadar bahwa merekalah yang memperkuat sendi-sendi kekuasaan rezim Suharto dan merekalah yang sebenar-benarnya yang menjerumuskan Rezim Suharto untuk tidak ingat kepada sebagian besar Rakyar Indonesia yang hidupnya dibawah garis kemiskinan, namun agar supaya tidak ketahuan maka kelompok oportunis ini yang bersuara lantang menyampaikan reformasi, bahkan kalau perlu revolusi sambil menoleh kiri kanan melihat apa yang menguntungkan bagi mereka.

Kelompok oportunis ini karena begitu lamanya larut dalam rezim terdahulu, maka kelompok oportunis ini sangat tahu persis proses seluk beluk birokrasi termasuk sangat mengetahui dan paham dengan segala sikap dan perilaku para birokrat, baik lembaga Eksekutif, lembaga Legislatif dan juga di lembaga Yudikatif, karena Kelompok oportunis juga ada yang berasal dari luar birokrasi dan ada juga yang berasal dari birokrasi sehingga tahu persis apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan oleh kelompok oportunis ini, sehingga dengan demikian kelompok oportunis ini dalam mencapai cita-citanya selalu menggunakan segala cara, baik dengan cara yang santun atau dengan cara memaksa untuk mencapai tujuan dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, meskipun harus membuang jauh-jauh rasa malu dan harga diri yang dipunyai. Kelompok oportunis ini pada saat sekarang menyebar dan menyusup dimana-mana diseluruh kelompok formal maupun informal, di lembaga negara atau di lembaga swasta, termasuk sudah memasuki dunia Pendidikan dan dunia religius, namun sulit dibuktikan tapi sangat mudah untuk dirasakan.

Surabaya, 27 Pebruari 2010

Hormat Saya

Slamet Julianto (cak Bagong)




April 2024
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930